Jumat, 13 November 2009

Memberi dari kekurangan


Bulan Mei 2009, dalam sebuah pertemuan doa yang saya pimpin, diikuti oleh tidak lebih dari 8 orang saya dikejutkan dengan sebuah berkat yang Tuhan berikan melalui seseorang yang tidak saya duga sama sekali. Bapak tersebut memberikan kepada saya secarik uang kertas dalam nominal terbesar dalam mata uang rupiah.

Saya terperanjat dan berusaha menolak dengan halus, bagaimana mungkin saya tega menerima pemberian tersebut karena sepanjang sepengetahuan saya Bapak ini tidak terlalu berkelebihan. Dalam sebuah percakapan beliau pernah menceritakan bahwa untuk memberikan persembahan saja kadang dia harus bergumul dan berdoa supaya punya sejumlah uang untuk dimasukkan kedalam kantong kolekte.

Lha, justru hari itu dia menyodorkan uang tersebut kepada saya seraya berkata ‘Maaf pak bukannya saya kurang hormat memberikan uang ini kepada Bapak apalagi tanpa amplop, tapi saya tergerak untuk memberikannya kepada bapak setelah hari ini tanpa diduga saya memperoleh berkat dari Tuhan, ada seseorang yang berhutang kepada saya cukup lama hari ini membayar kepada saya’ begitu dia katakan kepada saya.

Saya mengenal bapak ini, dan saya percaya tidak ada maksud dia untuk tidak sopan dan menyombongkan diri dengan memberikan uang tersebut. Itulah sebabnya saya tidak sampai hati menolak pemberian yang tulus darinya. Saya tidak ingin mengecewakan dan membuat dia berkecil hati dengan menolak pemberian tersebut.

Terus terang keadaan keuangan saya memang pada waktu itu kurang baik, tapi bukan itu alasan saya menerima pemberiannya, tetapi kejujuran dan ketulusannyalah yang mendorong saya untuk menerimanya. Tetapi lebih dari itu, saya telah menerima sesuatu yang lebih besar jika dibandingkan dengan pemberian uang tersebut. Tuhan telah mengajar saya melalui bapak tersebut mengenai memberi dari kekurangan.

Sering sebuah perasaan berat dan tidak rela ketika disuatu kesempatan Allah mendesak saya untuk memberikan persembahan atau bantuan entah itu kepada perorangan, gereja atau sekelompok masyarakat yang membutuhkan bantuan. Logika saya tidak sejalan dengan hati kecil saya, hati kecil ini terdorong untuk memberi tapi logika menolaknya dengan alasan logis ‘Saya aja masih kurang dan perlu bantuan, mana mungkin saya memberi bantuan kepada pihak lain, dan lagi kalau saya membantu apa yang saya akan beri tidak mempunyai dampak yang berarti’ Itulah perdebatan yang sering saya alami dan biasanya logika ini memenangkan perdebatan tersebut.

Tapi sungguh malam itu, hati dan pikiran saya tercekat dan terdiam malu. Saya belajar dan memohon pertolongan dari Tuhan untuk bisa juga mencontoh bapak ini berani memberi dari kekurangan untuk menolong dan mejadi saluran berkat bagi orang lain.

Puji Tuhan.
SHS

Minggu, 27 September 2009

Halooo Om… boleh kenalan ga ?


Pagi itu istri saya berangkat ke gereja terlebih dulu karena ada tugas di kebaktian pagi sedangkan saya akan ibadah di kebaktian dua. Sambil menunggu untuk berangkat saya mendapat tugas dari nyonya rumah untuk beres-beres termasuk untuk mencuci pakaian. Sekalipun saya seorang pria dan seorang suami mencuci dan menjemur pakaian di hari libur bukan perkara aneh, apalagi kesibukan istri di hari Minggu pastilah sangat banyak. Hitung-hitung variasi pekerjaan tidak apalah.

Nah, ketika sedang sendirian di rumah itulah tiba-tiba HP berdering dan dilayar tertera sebuah nomor XL yang tidak dikenal. Untuk menghargai si penelepon sayapun menjawab ‘Halo selamat pagi, ada yang bisa saya bantu’ dengan nada ramah. ‘Halo… selamat pagi, ini dimana ya? ‘ demikian jawaban seorang wanita muda yang saya duga dari suaranya. ‘Saya ada di Serang Banten ini dari siapa ya dan dari mana ?’ sahut saya cukup heran karena dia bukan menjawab pertanyaan saya tapi justru mengajukan pertanyaan. ‘Saya Ika om.. dari Indramayu, saya tahu dan pernah ke Serang’ begitu jawabnya, ‘Ika mau bicara dengan siapa dan ada perlu apa, kamu umur berapa?’ demikian saya menanggapi penjelasannya dan mengajukan pertanyaan itu karena dari suaranya terdengar manja merayu dan kira-kira baru di usia remaja. ‘Ika kelas 3 SMA om.. boleh kenalan ga om? Boleh kan?’. Deg, hati saya tertegun mendengar jawaban spontan dan terus terang maksudnya menelepon.

Bagaimana tidak terpana, di saat tidak ada istri mendapat telephone dari seorang remaja dengan suaranya yang manja bahkan dengan terang-terangan dia ingin mengajak berkenalan. Terlintas dalam pikiran saya untuk melanjutkan percakapan ini, toh cuma ngobrol iseng atau ingin sekedar menggoda, apa salahnya dia ada Indramayu dan saya ada di Serang, jarak yang jauh terbentang. Tetapi sekejap hati saya mengingatkan agar tidak meladeni percakapan ini dan harus segera mengakhirinya untuk tidak memberi peluang terhadap sesuatu yang lebih lanjut lagi. ‘Maaf ya kamu salah sambung saya tidak ada waktu untuk melanjutkan’ akhirnya demikian jawab saya sambil menjauhkan HP dari telinga dan samar-samar terdengar suara ‘Yach om… masa kenalan aja ga boleh sich om..’ dan HP pun saya matikan.

Kemudian saya berpikir dan merenung, seandainya saya terus melanjutkan percakapan ini entah apa yang terjadi, bisa saja akan terjadi percakapan-percakapan lain di kesempatan berikut yang tentu akan saya lakukan tanpa sepengetahuan istri dan bisa saja membuat saya menjadi penasaran dan akhirnya berlanjut dengan copy darat.

Saya mengucap syukur kepada Tuhan karena diberi keberanian untuk segera menghentikan percakapan tersebut, kemudian saya segera berkemas-kemas ke gereja dan selesai ibadah, dalam perjalanan pulang saya menceritakan peristiwa tersebut kepada nyonya. Seperti biasa, istri saya tetap mempercayai saya, inilah salah satunya yang membuat saya berhati-hati berhubungan dengan lawan jenis yaitu kepercayaannya, apalagi dalam keseharian di pekerjaan berkomunikasi dan berhubungan dengan wanita adalah pekerjaan sehari-hari, maklum di tempat saya bekerja 90 persen adalah pekerja wanita.

Saya teringat kepada kata-kata saya sendiri yang sering saya ucapkan kepada teman-teman ‘Kalau tidak ingin kena air jangan main air atau jika tidak ingin kena api ya jangan main api’. Godaan untuk iseng-iseng dan sekedar mencoba sesuatu yang baru sebagai sebuah variasi hidup dalam pernikahan selalu datang pada saat tiba-tiba dan tidak perlu diundang oleh karena itu waspadalah dan berjaga-jagalah.

SHS

Jumat, 11 September 2009

In Memoriam : Our Mother (Op. Helga) September 2008 - September 2009


Bagi wanita suku batak yang telah mempunyai anak akan mempunyai nama panggilan atau sebutan baru sesuai dengan nama anak pertamanya, demikian juga dengan mamaku tercinta. Ketika anak pertamanya lahir (kakak tertua kami), anak itu dinamai ‘Basaria’. Maka dengan sendirinya sebuatan mamaku berubah menjadi ‘Inang Basaria’ atau ‘Mama Basaria’. Nama panggilan atau nama sebutan itu tidak pernah berubah sampai kemudian dia mendapat cucu pertama. Ketika cucu pertamanya lahir nama panggilan atau sebutan mamaku berubah menjadi Opung Helga.

Panggilan Inang Basaria masih terus menjadi panggilannya hingga tahun 30 September 1995, padahal sejak tahun 1983 kakak pertama kami sudah meninggal. Ketika mama dipanggil pulang ke rumah Bapa di sorga saya mulai meyadari betapa mamaku ini termasuk wanita yang tegar dan tabah, bagaimana tidak selama dia hidup dia harus menghadapi kenyataan ditinggal pergi oleh 3 orang yang dikasihinya. Pertama dia ditinggal oleh anak pertamanya, tidak mudah bagi sesorang harus dipanggil selama kurang lebih 12 tahun menurut nama orang yang sudah meninggal, putri sulungnya yang menjadi kebanggaannya karena sebentar lagi akan mengikuti jejak ayahnya menjadi seorang guru. Tentu setiap kali orang memanggilnya ‘Inang Basaria’ ingatan akan anak gadisnya yang telah meninggal akan terus dikenang, saya tidak tahu sampai kapan mama bisa menerima dengan lapang dada dan tidak terusik dengan panggilan itu.

Selang 1 tahun kemudian suaminya menyusul anak pertamanya, beban beratnya bukannya berkurang tapi justru bertambah, di kota Metropolitan Jakarta, tanpa bekal pendidikan yang memadai karena mama tak sampai lulus SD ditambah 5 orang anak yang masih sekolah. Saya belum mengerti banyak dan tentu belum bisa diajak tukar pikiran untuk membagi bebannya. Itulah sebabnya dia ‘bertarung’ dengan keras menghadapi kerasnya kehidupan di Jakarta. Tak jarang dia harus turun tangan langsung untuk menjaga sebuah kios kecil yakni sebuah bengkel tambal ban peninggalan almarhum ayah kami.

Setiap kali dia kehilangan orang yang dikasihinya (anak pertama, suami dan anak ke tiga) reaksi kesedihan yang ditunjukkannya pada saat itu agak berlebihan demikian menurut pendapat saya, kadang saya lelah dan agak kesal untuk menghibur dan mengingatkannya akan tetapi saya baru bisa menyadari dan mengerti arti kesedihan itu ketika saya kehilangan dia. Sekarang saya justru kagum dan bangga padanya yang bisa melewati kepedihan dan beban berat yang harus dialaminya.

Kehilangan seorang mama yang merangkap ayah bagi saya adalah sesuatu yang berat untuk dijalani. Kalau bukan karena kekuatan dari Tuhan dan dukungan dari orang-orang disekeliling saya tentu akan memerlukan waktu yang panjang untuk merelakannya. Tentu hal yang sama juga dialami oleh mama saya tercinta ketika dia kehilangan 3 orang yang dikasihinya.

Kami anak-anaknya diatur dengan tegas untuk tidak bersantai dan bermalas-malasan. Bukan hal yang aneh kalau setiap pagi terdengar teriakannya sambil sekali-kali memukul triplek tangga membangunkan kami yang tidur dilantai 2 untuk segera ke sekolah. Pada hari minggu itupun tetap dilakukannya ketika kami ingin merasakan bangun lebih siang dan santai sebentar mumpung libur.

Situasi menjadi lebih berat baginya karena kami anak-anaknya bersekolah di tempat yang banyak dihuni oleh siswa dari orang tua yang berada, hal ini cukup mempengaruhi mental kami, merasa minder. Tapi kami mengucap syukur karena mama dan ditambah dengan tulang-nantulang selalu membantu, mengingatkan dan menasehatkan agar kami ‘tahu diri’ dan mau berusaha lebih keras untuk membantu mama yang berjuang membesarkan kami.

Pernah suatu kali mama sangat marah kepada saya karena saya tidak mau pergi untuk menjaga bengkel dengan alasan mau pergi main dengan teman. Ketika itu dia sedang mencuci pakaian dan dalam marahnya dia melemparkan sikat baju kea rah saya ‘bumm..’, sikat itu tepat mengenai kening dan kaca mata yang saya kenakan patah menjadi dua. Saya kaget luar biasa disertai rasa malu kerena telah membantahnya, mama juga kaget dan segera menghampiri untuk meminta maaf dan mengelus kepala saya.

Ya, dia seorang ibu yang sangat menyanyangi anaknya banyak kenangan manis yang saya alami bersamanya. Pergi ke gereja selalu pada ibadah atau misa jam 6 pagi, dan menjadi kebahagiaan bagi saya setiap kali duduk bersebelahan untuk beribadah.

Setiap kali melewati pasar inpres Cipete selalu terkenang ketika menemaninya belanja, mencari karet gelang di pasar adalah kegiatan saya sambil menemaninya belanja sayur atau ikan dan membeli kue basah untuk oleh-oleh adalah waktu yang sangat saya nikmati. Kalaupun bukan giliran saya menemaninya ke pasar, entah itu adik atau abang maka saya akan menanti dengan tidak sabar kepulangannya membawa oleh-oleh kue basah dari pasar terutama ‘dadar gulung’.

Pernah satu kali saya diajaknya untuk dibelikan ikat pinggang di pasar Blok A. “Bang berapa ikat pinggangnya ? “ demikian tanyanya kepada penjual ikat pinggang. Terjadilah tawar menawar, rupaya harga yang diminta mama terlalu murah hingga ketika kami pergi penjualnya berteriak memanggil kami sambil berkata ‘Bu… ini ikat pinggangnya gratis saja’ kami tertawa sambil meninggalkan penjual itu.

Pernah juga ketika kami makan bakso di Blok M, kami tertawa karena harus ngebut makan bakso supaya ketika tukang ngamen pindah ke meja kami bakso selesai di santap. Banyak sekali kenangan manis yang kami alami bersama. Tak heran setiap kali saya bertemu mama kami betah berjam-jam untuk berbincang-bincang atau ‘marnonang’ sampai jauh malam. Itulah sebabnya menjelang kepulangannya ke rumah Bapa di sorga, selama saya menemaninya di rumah sakit kami banyak bercakap-cakap. Saya mengucap syukur kepada Tuhan, sekalipun istri saya bukan suku batak tapi mereka bisa betah ngobrol bahkan bisa berjam-jam.

Saya percaya ada banyak pergumulannya yang tidak bisa dia ceritakan kepada kami anak-anaknya yang dia bawa kepada Tuhan dalam doanya. Lagu ‘Di doa ibuku namaku disebut’ bukan sekedar sebuah lagu tanpa makna tapi itu sungguh dilakukannya. Banyak hal berat hal yang dialami, 3 orang yang dikasihinya meninggal, kebakaran yang dialami bengkelnya, kecelakaan yang dialami suaminya, kecelakaan yang dialami anak laki-laki pertamanya, suaminya pernah dipenjara sebagai penanggung jawab bengkel yang terbakar, anak laki-laki ke dua masuk penjara karena bandel (Puji Tuhan diakhir hidupnya mamalah yang merawatnya, hingga meninggal dalam perawatannya dia sadar dan bertobat), anak laki-laki terakhirnya pernah dipenjara karena perkelahian pelajar (kemudian dilepaskan karena tidak terlibat).

Suatu kali adik laki-laki saya pulang dari test penerimaan karyawan Merpati menghampiri mama dan berkata sambil menangis ‘Ma, siapin uang dong ma untuk Mangihut’, mama pun bertanya “Untuk apa amang, dari mana mama punya uang”. “Besok pengumuman diterima apa engga saya di Merpati, kata orang kalau ga punya duit gak mungkin diterima” sahutnya lagi. Kamipun terdiam dan pasrah, besoknya dia pulang dengan berita gembira kalau dia diterima sekalipun tidak menyediakan sepeserpun uang, saya melihat wajah mama, terlihat jelas disana rona kebahagiaan dan kebanggaan.

Saya bersyukur, diakhir hidupnya kami bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan kebanggaan kepadanya sekalipun tidak akan pernah sebanding dengan apa yang telah dia berikan kepada kami. Saat berlibur bersama di pinggir Danau Toba daerah Tongging dan sekitarnya adalah saat-saat yang tak terlupakan, melihat mama, kami, dan cucu-cucunya bersenda gurau.

Saya bersyukur sebelum dia kembali kepada Bapa di sorga kami semua anak-anaknya telah berumah tangga, terlebih ketika ‘Rosmina’ anak perempuan bungsunya menikah sehingga dia punya menantu lak-laki atau ‘Hela’ dalam bahasa batak.

Sebelum dia pulang kerumah Bapa, dia sempat juga berkeliling dengan abang, tulang-nantulang ke Sibolga dengan mengendarai mobil Pa Festus. “Biasanya mama yang numpang di mobil tulang-nantulang tapi sekali ini merekalah yang numpang sama mama” demikian Pa Festus berseloroh.

Kami berterima kasih kepada semua yang telah menemani, membantu dan menerima mama kami apa adanya khususnya kepada keluarga besar Op. Sarmauli terlebih Tulang dan Nantulang, tanpa mengurangi rasa hormat kami tidak bisa menyebut semua pihak karena terlalu banyak pihak yang tidak dapat disebut satu persatu.

Kami beryukur untuk banyak hal yang tidak bisa diuraikan satu-persatu di sini. Kami bersyukur kepada Allah Bapa, Tuhan Yesus dan kepada Roh Kudus ketiga yang Esa yang telah memberikan mama yang istimewa kepada kami dan memberikan bimbingan, kekuatan dan penghiburan kepadanya terlebih telah meyelamatkannya dan menyediakan rumah di sorga mulia dimana kami akan bersama-sama lagi untuk selamaya.

September 2009
SHS

Jumat, 28 Agustus 2009

PD Yeremia 22 Agustus 2009


PD Yeremia 22 Agustus 2009 di rumah Lucy Bungawan

Jam 15.15 saya dan istri melaju meninggalkan kota Serang lewat pintu tol serang barat untuk hadir dalam acara persekutuan doa dengan beberapa saudara seiman di rumah Lucy Bungawan daerah Cipete Cilandak.

Entah sampai kapan jalan tol Jakarta-Merak selesai diperbaiki, mungkin ini dilakukan untuk mengejar waktu mengingatkan rencana kenaikan tariff tol pada bulan September 2009. Memasuki daerah Balaraja perbaikan jalan semakin panjang lagi dan ini membuat laju kendaraan semakin lambat bahkan macet, karena jalur yang ada semakin berkurang menjadi satu jalur akibat ada 2 mobil truk tronton yang mengalami masalah. Jadilah kami harus bersabar ditengah kemacetan menjelang pintu tol cikupa.

Saya kurang suka untuk datang terlambat, tetapi saat itu tidak bisa berkata lain kecuali menerima kenyataan bahwa jalan tol betul-betul menjengkelkan. Menurut saya pelayanan jalan tol Jakarta-Merak masih jauh dari memuaskan.

Akhirnya sekitar jam 16.10 kami tiba juga di pintu tol cikupa, setelah itu baru jalan sangat lengang sehingga dapat melaju lebih cepat hingga keluar di pintu Kebun Nanas. Terus melaju dengan cepat ke arah tol Serpong dan sambil bercerita tentang tempat-tempat yang kami lalui akhirnya kami tiba di rumah Lucy sekitar jam 17.00 lebih 10 menit.

Ferry, Riana, Andre, Nathan (anaknya Andre), Diana (ada didalam) sudah hadir dan tentu saja Lucy sebagai tuan rumah. Saya tidak melihat tikar atau karpet yang di gelar ditempat itu tetapi justru kursi-kursi yang telah ditata rapi, padahal sebelum acara ini Lucy sudah ‘woro-woro’ untuk membawa tikar ataupun karpet dari rumah masing-masing. “Gak perlu tikarnya sebab jumlah hadir tidak terlalu banyak jadi pakai kursi aja’ demikian katanya.

Sebenarnya perut sudah memperlihatkan tanda-tanda pemberontakan karena lapar, tetapi karena kami pikir waktu sudah tidak bisa dikompromikan akhirnya kami berdua membatalkan rencana untuk makan di rumah makan. Kalau saja kami tahu bahwa masih banyak yang belum datang tentu kami tidak perlu harus makan malam di jam 21.30 di dekat Superindo Pamulang. Tetapi tidak apa-apa dirumah Lucy kami bisa mengganjal perut kami dengan kue dan risol buatan tante Bungawan.

Setelah beberapa waktu datanglah Yudi, disusul oma Ellen kemudian Atta juga datang, waktu Atta datang yang dicari pertama kali adalah sang suami Yudi. ‘Bukannya nyari tuan rumah atau yang lain masih aja suami dulu yang pertama di cari’ demikian canda kami.

Menanti kawan-kawan yang lain kami berbincang-bincang, karena waktu terus berjalan menuju waktu buka puasa, Ferry pun berkata ‘Nanti kalau ada yang datang kita langsung serempak nyanyi Bapa terima kasih, supaya mereka pikir sudah selesai kebaktian’ dan kami pun tertawa menyetujui.
Tetapi rencana itu kami batalkan karena yang datang kemudian adalah Yonan, istri dan kedua anaknya. ‘Ngak usah, ngak enak dibecandain masalahnya Yonan datang sekeluarga masa dibecandain’ demikian kata Ferry. Setelah itu datanglah penjaja villa dipuncak yang kami sewa untuk memainkan gitar yaitu Bambang Samuel. Dia datang dengan seragam khas penjaja villa minus senter.

Kebaktian

Semula Ferry yang akan memimpin ibadah sebagai MC tapi dia mengalihkan tugas itu kepada saya, ternyata pemain musik kita tidak terlalu mengikuti perkembangan musik yang banyak dinyanyikan di gereja-gereja Bethel-Pantekosta, sehingga harus menyesuaikan diri terlebih dahulu, tapi berkat kepiawaiannya tidak diperlukan waktu lama sehingga kebaktian bisa segera dimulai.

Lagu pujian dinaikkan, suka cita terpancar di wajah setiap kami dan sungguh Allah hadir di tengah-tengah kami. Satu lagu yang berkesan pada waktu saya pertama kali bergabung dengan PD Yeremia sekitar tahun 1985 adalah ‘Ku tahu Roh Allah ada disini’ menjadi lagu yang tak dilewatkan untuk dinyanyikan. Setelah menaikkan beberapa lagu pujian tiba saatnya Firman Tuhan diperdengarkan melalui hambaNya Pdt. Andre Koetin.

Bapak pendeta ini membacakan ayat dari Lukas 2 :52 “Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmatNya dab besar-Nya dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia”.

Intinya sebagai berikut : Setelah beberapa lamanya kita tidak bertemu lagi tentu ada banyak perubahan pada tiap kita masing-masing. Usia bertambah, jumlah keluarga bertambah, berat badan bertambah atau mungkin deposito dan harta bertambah. Tetapi adalah hal yang lebih penting bagi kita semua anak-anak Tuhan untuk bertambah hikmat di dalam Tuhan, bertambah bijaksana, bertambah mencintai Firman Tuhan, bertambah waktu dalam berdoa dan bertambah peran dalam pelayanan.

Adakah hal itu menjadi sebuah perwujudan nyata sebagaimana Kristus yang bukan saja bertambah besar dalam fisik akan tetapi bertambah hikmat dalam Allah dan bertambah besar di dalam Tuhan. Sebagaimana lagu lama yang berbunyi ‘Dia harus semakin bertambah ku harus semakin berkurang….’

Bagaimana dengan waktu teduh kita ? sebagai bentuk nyata kerendahan hati kita dihadapan Allah kita akan selalu mencari wajah Tuhan dan kehendakNya setiap hari lewat doa dan Firman Tuhan, karena kita menyadari tanpa Dia kita tidak bisa apa-apa.

Bapak pendeta ini juga mengatakan bahwa kerinduan dia untuk lebih banyak lagi memperkenalkan Kristus kepada orang lain terdorong oleh amanat agung Tuhan Yesus. Waktu kita masih sama-sama bernaung di dalam PD Yeremia kita selalu punya pandangan ‘Jangan seorangpun memandang kita rendah karena kita muda, tetapi jadilah teladan bagi orang-orang percaya’. Kalau dulu waktu kita muda saja kita harus jadi teladan apalagi sekarang kita sudah bertambah usia, bertambah tua tentu keteladanan kita harus semakin berbobot. Jadi mari semua saudara-saudara dalam Tuhan seiring bertambahnya usia kita bertambah juga iman kita dalam Tuhan. Amin.

Acara dilanjutkan dengan sharing masing-masing pelayanan, di mulai dari saya sendiri. Saya megutarakan permintaan maaf kalau saya berperan besar dalam bubarnya PD Yeremia karena di masa kepengurusan sayalah PD Yeremia fakum dan bubar. Hal ini saya akui karena keteledoran dan keegoisan pribadi, kenyataan ini sempat menjadi penyebab keragu-raguan untuk mengkoordinir sebuah persekutuan pekerja di pabrik dimana saya bekerja sejak April 1995 di Serang yang mempunyai pekerja kurang lebih 40.000 dengan kira-kira 1000 pekerja beragama Kristen. Selain itu oleh karena anugerahNya saat ini juga terlibat pelayanan di GBI Eliezar Serang sebagai komisi pemuridan.

Ferry Simanjuntak, siapa yang tidak kenal pria ini, semua yang pernah mengenal PD Yeremia pasti mengenal dia, karena dia adalah sesepuh generasi ke generasi. Sesuai dengan latar belakang dan dunianya, saat ini dia tetap berkecimpung di dunia pendidikan Kristen salah satunya di STT IMAN jl. Wijaya dekat GSRI. Selain itu diapun aktif pelayanan di PGI propinsi DKI Jakarta, jadi kalau ada gereja di DKI yang akan mendirikan gedung gereja dia akan ikut sibuk membantu proses perijinannya.

Sebenarnya dia sudah diminta untuk menjadi Pendeta tetapi berhubung masih aktif di politik di belum bisa menyanggupinya. Mengenai politik, jangan apriori dulu, menurutnya politik adalah salah satu alat perjuangan. Di DPR kita bisa memperjuangkan rencanca anggaran dan rencana UU bagi kepentingan gereja. Ferry mengucap syukur sekalipun dia berasal dari sinode dan gereja yang tidak begitu besar tapi Tuhan memepercayakan dirinya untuk berkontribusi di PGI DKI.

Andre Kotien akhirnya terpanggil untuk menjadi pendeta sekalipun tidak mudah baginya untuk menjawab panggilan itu, sebelumnya dia merintis persekutuan di rumahnya dibantu oleh teman hidupnya di Pondok Pucung, ada persekutuan ibu-ibu, persekutuan remaja. Pelayanan-pelayanan yang Tuhan percayakan kepadanya semakin menambah kerinduannya untuk lebih banyak lagi menjangkau jiwa-jiwa terutama yang ada di luar tembok gereja. Di samping itu keterlibatannya dalam pelayanan antar wilayah dan budaya seperti Timika mengharuskan dirinya untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya di sebuah perusahaan sekuler. Sebuah gereja yang hampir 7 bulan ditinggal oleh gembalanya karena aktif didunia politik membutuhkan dia di gembalakan.

Lucy Bungawan, kefakuman PD Yeremia tidak melarutkan dia dalam kefakuman melayani. Kembali ke GKI panglima Polim di mana dia berjemaat adalah kerinduannya untuk memuliakan Tuhan Yesus. Ada banyak karya yang dilakukan untuk Tuhan salah satunya adalah mengadakan KKR yang hampir mustahil di adakan di GKI Panglima Polim, tapi berkat bantuan rekan-rekan yang memiliki kerinduan sama dan tentunya oleh pertolongan Dia yang empunya pelayanan maka KKR tersebut bisa diadakan dengan dana awal 250ribu dan tanpa minta sumbangan kiri-kanan Tuhan mencukupkan dengan limpahnya.

Atta, melayani di GPIB Sumber Kasih dan sangat bersyukur dengan banyak pengajaran dan pembinaan di PD Yeremia yang menjadi bekal untuk melayani lebih lanjut. Saat ini dia terlibat aktif khususnya di pelayanan keluar untuk diakonia.

Mercy Mandagie, yang termuda dari seluruh ex PD Yeremia yang hadir tetap antusias dalam melayani di GPIB Sumber Kasih dan mempunyai harapan yang besar agar kita semua tidak berhenti sampai disini saja untuk menghangatkan persekutuan tetapi terus kontak dan saling mendukung.

Mengingat waktu yang tidak memungkinkan untuk memberi kesempatan kepada semua yang hadir maka di kesempatan berikutnya sharing dan kesesaksian akan dilanjutkan oleh yang lainnya. Mudah-mudahan ex PD Yeremia lebih banyak yang hadir dan kita bisa saling menopang dalam dunia pelayanan kita masing-masing.

Waktu hampir menunjukkan pukul 9 malam ketika tiba acara berfoto bersama dan satu persatu meninggalkan rumah Lucy. Ketika kami pulang Ferry, Ronal, Mercy, Diana, Riana, Yudi dan Atta serta Lucy tentunya masih tinggal untuk diskusi rencana pertemuan berikutnya terutama membahas usulan Ferry untuk merayakan ulang tahun Yeremia 4 Oktober 2009.

Sampai jumpa saudara-saudara seiman, Tuhan Yesus memberkati kita semua, setialah seperti Tuhan Yesus setia.

SHS
GBU

Kamis, 27 Agustus 2009

Beratnya cobaan ini


1 Kor 10 : 13 ‘Pencobaan…’

Malam tadi saya terlibat dalam pertarungan yang sangat sengit dengan seseorang, seluruh kemampuan dan kesaktian sudah dikerahkan tapi lawan yang saya hadapi tak kunjung menyerah dan takluk. Entah sudah berapa jurus sudah saya keluarkan, baik untuk pukulan mapun tendangan namun dia selalu bisa mengelak bahkan tak jarang dia balik menyerang dengan kuatnya. Setelah lama lawan tak juga mampu dikalahkan dan saya merasa lelah dan hampir menyerah tiba-tiba saya tersentak bangun dari tidur dan seketika itu juga lawan berat yang saya hadapi lari entah kemana.

Rupanya saya baru saja bermimpi bertarung dengan lawan yang sepadan dan seimbang, hal itu terbukti sampai saya selesai bermimpi lawan tersebut belum berhasil dikalahkan. Saya ingat saya terbangun dan lawan itu lari setelah saya bertanya kepada Tuhan dalam mimpi saya ‘Tuhan kenapa lawan ini sangat sukar dikalahkan ? Saya tidak sanggup lagi melawannya. Tuhan tolonglah saya ! ‘

Segera setelah saya terjaga dan mimpi itu buyar saya teringat akan Firman Tuhan dalam 1 Kor 10 : 13. Pencobaan-pencobaan yang kita alami adalah pencobaan biasa yang tidak melebihi kemampuan kita dan pada waktu kita dicobai Tuhan akan memberikan jalan keluar supaya kita cakap menangungnya.

Alkitab mengatakan bahwa persoalan, pencobaan ataupun ujian yang kita alami atau hadapi sesungguhnya adalah hal biasa yang tidak akan melebihi kekuatan kita. Tapi yang sering terjadi adalah suatu tanggapan berlebihan yang kita hasilkan. Seolah-olah masalah atau persoalan itu terlalu berat, terlalu sulit untuk dihadapi. Kita berpikir Allah meninggalkan kita dan membiarkan kita terkapar dan dikalahkan oleh masalah tersebut. Tetapi sesungguhnya yang terjadi adalah kita merasa masalah itu terlalu besar tidak sebanding dengan kemampuan kita, padahal kita belum mengerahkan seluruh kemampuan dan kekuatan yang kita miliki atau walaupun setelah semua daya dan kekuatan telah dikerahkan kita belum menambah kekuatan kita dengan kekuatan dan pertolongan dari Allah.

Salah satu contoh yang sering kita dengar adalah seorang ayah yang bijaksana tidak akan memberikan beban 5Kg kepada anaknya yang masih kecil yang hanya mampu mengangkat beban 1Kg.

Saya berpikir sesuatu yang lain, seorang anak kelas 1SD ketika dia harus diuji, tidak akan mungkin diuji dengan soal-soal untuk kelas diatasnya, begitu juga sebaliknya seorang siswa kelas 3SMA tidak akan mungkin diuji dengan soal kelas 6SD. Apakah kebanggaannya, ketika siswa kelas 3SMA itu bisa menjawab ujian kelas 6SD ?. Ketika seorang karateka Ban Hitam diuji dengan karateka Ban Hijau, apakah kebanggannya ? Atau sebaliknya karateka Ban Hijau tidak mungkin diuji dengan karateka Ban Hitam. Kita tambahkan lagi, seorang petinju kelas Ringan tidak mungkin bertanding dengan petinju kelas berat atau apakah kebanggaannya petinju kelas berat jika mampu mengalahkan petinju kelas ringan?

Tentu hal-hal tersebut adalah suatu keanehan. Jadi percayalah semua ujian, pencobaan atau masalah yang kita hadapi sesungguhnya masih sesuatu yang bisa kita atasi apalagi kita yakin bahwa Allah ada di pihak kita. Dia senantiasa siap menolong dan memberikan jalan keluar, Jadi jangan pernah merasa terlalu sulit, terlalu lemah, terlalu pesimis. Percayalah bersama dengan Tuhan kita pasti sanggup, pasti bisa menjadi pemenang.

Jangan pernah putus asa, karena sesungguhnya semua pencobaan itu adalah pencobaan biasa, jangan berlebihan dengan mengatakan persoalan kita sudah melewati kemampuan kita, jangan menjadi cengeng, percayalah kepada Kristus. Nyawa saja Dia berikan apalagi yang lain. Selamat bertanding, selamat berjuang dan jadilah pemenang dan selamat menyambut persoalan yang lebih berat lagi sesuai dengan kadar iman dan kekuatan kita.

SHS
GBU

Jumat, 07 Agustus 2009

SEMANGAT, KEGALAUAN , BERSERAH & KUASA TUHAN (part 2-end)

Dengan kepala terunduk tapi hati terangkat kepada Tuhan mereka kembali menaikkan doa-doa permohonan tapi tidak seperti yang sudah-sudah, kali ini lebih hening karena seolah-seolah semua kata sudah diutarakan, tinggallah hati yang berbicara kepada Allah sumber pertolongan yang sejati.

Setelah hening sejenak mulailah mereka berdiskusi dan mereka sepakat bahwa keadaan ini harus segera di sikapi dengan perbuatan iman. Doa sudah dinaikkan, harapan sudah diutarakan, saatnya bertindak.

Semua panitia mempersiapkan diri untuk memulai acara, para undangan diminta untuk menuju lapangan tempat acara akan diadakan. Kursi-kursi yang sudah dibersihkan siap menunggu mereka untuk duduk dan mengikuti acara. Lampu listrik belum menyala, cahaya remang-remang masih mendominasi setiap sudut lapangan.

Keadaan masih belum berubah, tidak ada yang bisa diperbuat. Semua menunggu dengan harap-harap cemas, bagaimana kelanjutan acara ini ? ditundakah, dilanjutkankah atau dibatalkan.

Kemudian MC naik ke atas panggung, semua berdiam diri menanti apa yang terjadi. MC membuka kalimat dengan ucapan selamat datang dan kemudian mengajak semua yang hadir untuk berdoa. Sementara itu di bawah panggung, dibelakang panggung dan dimana saja panitia ada mereka semua menundukkan kepala memohon Tuhan menyatakan kuasanya.

“Dalam nama Yesus kami berdoa, Ammmminnnnn” MC mengakhiri doanya dan lampu menyala, kegelapan hilang ditelan oleh terang benderang, ya seolah tak percaya, sebagian masih terpesona kagum yang lain menggumam kagum. Saya sulit untuk menggambarkan suasana hati masing-masing yang hadir, tapi itulah yang terjadi.

Lampu listrik menyala tepat kata ‘amin’ diucapkan, tepat ketika doa selesai dipanjatkan. Air mata bahagia, beban dan kesesakan terangkat diganti dengan suka cita dan damai sejahtera yang melampaui segala akal. Allah tak pernah terlambat dalam menolong tapi Dia juga tak pernah tergesa-gesa, segala sesuatu indah pada waktunya.

Dengan penuh suka cita seluruh rangkaian cara dilanjutkan, berlangsung dengan baik hingga acara selesai. Tamu undangan satu-persatu meninggalkan lokasi dengan kesan masing-masing, ada yang bersyukur tapi mungkin ada juga yang menganggap itu adalah sebuah kebetulan. Panitia kembali bekerja untuk membereskan seluruh perlengkapan dan membersihkan lapangan upacara seperti diawal acara didalam kegelapan tetapi saat itu hati mereka sangat bersuka cita dan penuh ucapan syukur dalam terangnya lampu listrik.

Satu persatu dan ada yang bersama-sama meninggalkan lokasi, membawa kesan yang mendalam akan pertolongan Tuhan. Tuhan Yesus hidup dan berkuasa dan biarlah itu selalu mengingatkan kita. Saya yakin pertolongan di malam itu hanya salah satu dari sekian banyak pertolongan yang Tuhan lakukan di kehidupan kita masing-masing untuk menyatakan kesetiaanNya.

Maz 103 : 2 “Pujilah Tuhan, hai jiwaku dan janganlah lupakan segala kebaikkanNya!”



Nb.: nama masing-masing pelaku peristiwa sengaja tidak dicantumkan untuk mengajak mereka mengenang peristiwa itu berdasarkan kesan masing-masing. Kiranya ksih setia Tuhan terus menandai hari-hari kita dan mendorong kita terus memberikan hidup bagi Kristus yang sudah memilih dan menebus kita.

ditulis utk Nelson PL dan kawan-kawan PD Yeremia Cipete

Segala kemuliaan bagi DIA
SHS

Rabu, 05 Agustus 2009

SEMANGAT, KEGALAUAN , BERSERAH & KUASA TUHAN (part 1)


GILA, NEKAD, EDAN dan mungkin masih ada banyak kata lain yang bisa dialamatkan kepada sekelompok kaum muda yang berani membuat sebuah acara resmi di sebuah lapangan terbuka pada saat musim hujan di malam hari.

Pada saat itu musim hujan dan musim kemarau masih teratur datangnya tidak seperti saat ini dimana sampai bulan Oktober tanda-tanda musim hujan belum juga kelihatan dan sudah memasuki bulan Maret tanda musim kemarau belum juga kelihatan.

Bagaimana tidak nekad dan edan, tanpa banyak perdebatan dan pertimbangan akan musim penghujan mereka sepakat mengadakan sebuah acara resmi ‘Ulang Tahun Persekutuan’ dengan sebuah acara tunggal yaitu pemutaran film rohani tentang akhir zaman di lapangan terbuka tanpa membuat tenda, jangankan mengantisipasi hujan, memikirkan turunnya hujanpun mungkin tidak. Hanya doa dan doa yang mereka kerjakan, entah itu pertemuan doa setiap selasa malam atau doa semalam suntuk (supaya enak di dengar sekarang tidak pakai kata ‘suntuk’ lagi, beberapa gereja menyebutnya doa semalaman ceria)

Pertunjukkan film di lapangan terbuka di wilayah itu biasanya hanya diadakan bila ada pesta pernikahan saudara-saudara kita dari suku Betawi sebagai sebuah acara hiburan bagi masyarakat yang saat itu memang haus hiburan, pemutaran film dimulai sekitar pukul 21.00 sampai jam 04.00 pagi esok harinya. Maklum kala itu masih hanya ada 1 stasiun TV yakni TVRI itupun mengudara pada jam yang terbatas.

Bila yang mengadakannya orang ‘berada’ maka pemutaran film itu menggunakan 2 buah proyektor sehingga tidak ada jeda yang lama ketika pergantian rol film dan film yang diputar juga masih relative baru. Sedangkan kalau yang menyelenggarakannya orang ‘biasa’ maka pemutaran film hanya menggunakan 1 buah proyektor, ini mengakibatkan waktu yang cukup lama untuk pergantian rol film dan film yang diputar kadang sudah biasa dipertunjukkan atau film lama, lengkap dengan keramaian pedagang dan aneka permainan keberuntungan.

‘Layar Tancep’ begitu orang menyebutnya, karena memang layar lebarnya hanya ditancapkan ke dalam tanah dan diikat kokoh supaya tidak roboh tertiup angin. Pernah suatu kali saya mengalami kejadian menarik ketika menyaksikan film ‘Aladin’ yang dibintangi oleh Rano Karno. Ketika itu sang tokoh cerita berteriak ‘Dewa angin…. Dewa angin… Hai Dewa angin datanglah’ dan terjadilah angin keras benar-benar datang dan merubuhkan layar besar yang tertancap di tanah dan sebagian penonton lari kocar-kacir menyelamatkan diri. Istilah lainnya ‘Misbar’ atau gerimis bubar, sehingga pertunjukkan akan berhenti atau bubar bila gerimis dan hujan turun mengguyur lapangan.

Nah, acara seperti itulah yang akan digelar dalam rangka Ulang Tahun persekutuan kaum muda tersebut, hanya saja film yang diputar adalah 1 film rohani dan tidak sampai pagi hari. Setelah pertemuan demi pertemuan, maka disepakatilah acara akan diadakan di lapangan upacara SMP 68 Cipete Cilandak Jakarta Selatan. Karena ketua persekutuan punya hubungan yang baik dengan pihak sekolah (beliau mengajar pendidikan agama Kristen di sekolah tersebut) maka ijin peminjaman tempat diperoleh.

Seluruh panitia bekerja sama bahu-membahu untuk mensukseskan acara tersebut, pihak film dihubungi, tiket atau undangan disiapkan dan diedarkan kepada kerabat, keluarga dan undangan lainnya. Latihan demi latihan baik itu Vocal Group, MC/SL berserta pemain musik terus berlatih dengan semangat, tak sabar rasanya menantikan hari penyelenggaraan Ulang Tahun PD Yeremia.

Setelah melakukan banyak aktifitas untuk mempersiap acara, akhirnya tibalah hari yang ditunggu-tunggu mereka. Hari Minggu siang, setelah beribadah di gereja masing-masing mereka berkumpul untuk mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan. Membuat panggung dari kumpulan meja belajar, mengambil karpet besar dari rumah ketua untuk mengalasi panggung supaya rapi dan elegan. Sementara yang lainnya mengangkat kursi belajar dari kelas-kelas disekitar lapangan upacara untuk undangan supaya nyaman menyaksikan film rohani.

Di bagian dalam setelah gerbang sekolah tampak rekan-rekan putri sedang mempersiapkan meja untuk penerima tamu dan pernak-perniknya. Sebagian lagi membesihkan lapangan yang akan digunakan untuk acara nanti malam.

Matahari menampakkan wajahnya dengan dihiasi beberapa awan putih beriringan yang menandakan cerahnya cuaca saat itu menambah semangat kerja anak-anak muda tersebut. Ketika waktu sudah mendekati jam 5 sore maka satu persatu dari mereka meninggalkan lokasi, pulang untuk membersihkan diri, berdandan secantik dan seganteng mungkin untuk merayakan hari suka cita dan ucapan syukur atas kemurahan Tuhan bagi PD Yeremia.

HUJAN DERAS TURUN

Ketika sudah mulai dekat ke rumah, saya melihat ke langit dan tampaklah pemandangan yang membuat hati kuatir dan gentar karena cerahnya cuaca di siang hari sudah mulai berganti dengan tanda-tanda mendung dan gelapnya langit. Matahari yang menampakkan diri dengan bersahabat pada siang hari sudah pergi entah kemana, yang tampak hanya gumpalan awan gelap dan pekat. Tanda hujan akan turun. Saya terus berjalan dengan perasaan campur baur antara berdoa minta kepada Tuhan agar hujan tidak turun dan kekuatiran akan turunnya hujan.

Saya tidak mau membayangkan akan kelangsungan acara yang diadakan di tempat terbuka terganggu dengan turunnya hujan. Bahkan ketika mandi dan makan hati saya terus dilanda kekuatiran sekalipun pada saat yang sama doa tak henti-hentinya dinaikkan. Segera setelah itu saya kembali menuju SPM 68, tempat acara diadakan. Sesampainya disana saya mendapati rekan-rekan sudah berdandan rapi akan tetapi tampak rona kecemasan di wajah mereka seiring dengan mendungnya langit disertai beberapa kilat yang terdengar bersahut-sahutan. Lampu mulai menerangi tempat di mana kami berkumpul dan beberapa rekan terlihat duduk sendiri-sendiri dan ada yang bergerombol di dalam doa memohon kemurahan Tuhan agar hujan tidak turun.

Benar saja………. tak lama berselang, sesuatu yang dikuatirkanpun terjadilah, hujan turun dengan deras mengguyur SMP 68, membasahi panggung, membasahi karpet, membasahi kursi-kursi yang tertata rapi, membasahi lapangan upacara. Undangan satu persatu mulai berdatangan dibawah guyuran hujan, dan berkumpul di bagian teras depan sekolah (sebuah area yang cukup untuk berteduh). Sebagian panitia menyambut mereka dan sebagian yang lain berkumpul disebuah kelas untuk berdoa dengan hati menangis memohon kemurahan Tuhan agar hujan berhenti.

DOA dan AIR MATA

Dengan diselingi lagu pujian yang mengandung pernyataan iman akan kemaha kuasaan Tuhan kami berdoa tak putus-putusnya dengan hati hancur agar Allah turun tangan menolong kami. ‘Bukankah Engkau yang berkuasa Tuhan? Bukankah Engkau yang membuat dan mengatur cuaca, hentikanlah hujan ini kami mohon, jangan permalukan kami Tuhan dan kalau ada dosa yang kami buat entah itu pribadi ataupun dosa persekutuan ampunilah kami’.

Demikianlah kira-kira doa yang dinaikkan dengan hati hancur, setelah selesai berdoa tak serta merta hujan berhenti dan kami hanya bisa melanjutkan berdoa dalam hati masing-masing sambil memandang tak berdaya ke arah lapangan yang terus diguyur hujan. Semakin banyak undangan yang sudah hadir akan tetapi keadaan tidak juga kunjung membaik.

Setelah beberapa waktu hati ini dipenuhi dengan kegalauan akhirnya Tuhanpun menjawab doa kami dengan menghentikan hujan. Serasa beban berat yang menindih pundak dan sesaknya napas ini hilang seketika diganti dengan suka cita. Segera kami mengambil inisiatif untuk membersihkan dan mengeringkan lapangan dengan alat seadanya, membersihkan, melap kursi dan panggung tanpa memperdulikan penampilan dan pakaian keren yang kami kenakan. Yang penting acara dapat berjalan mengingat waktu terus bertambah malam dan undangan sudah hadir menunggu acara dimulai.

Akhirnya kami selesai merapikan tempat acara, sekalipun berkeringat dan lelah tapi kami puas karena Tuhan menjawab doa kami, hujan berhenti dan sesaat lagi acarapun kan dimulai. Tetapi rupanya pergulatan batin dan doa belum selesai sampai disitu, Tuhan mengajar lagi bagaimana untuk berserah dan mengandalkan Dia dengan sepenuhnya.

PERGUMULAN BELUM SELESAI (gelap gulita,listrik mati)

Ya, mungkin pantaslah kalau kemudian sebagian orang menujukan kalimat ‘EDAN, GILA, NEKAD’ kepada kami. Setelah hujan berhenti terjadilah peristiwa kedua yang tak kalah menyesakkan dada ini. LISTRIK MATI.

Gelap gulita memenuhi teras depan, remang-remang di lapangan terbuka, sound system terdiam sejuta bahasa, proyektor film berdiri tak berdaya bagaikan sebuah tiang kayu, panitia hening pasrah tak berdaya, itulah suasana yang ada kala listrik mati.

Kembali anak-anak muda itu berkumpul untuk berdoa dengan menangis dan hati yang hancur memohon belas kasihan Tuhan. Setelah itu mereka berdiskusi dan akhirnya tak dapat ditawar lagi. (Bersambung.............)


Segala kemuliaan bagi DIA
SHS
nb. : ditulis utk Nelson PL dan kawan-kawan PD Yeremia Cipete

Rabu, 29 Juli 2009

PD Yeremia (temu kangen)


Sabtu 25 Juli 2009

Hari ini sepulang dari bekerja di pabrik saya akan langsung ke CITOS untuk bertemu dengan saudara-saudara seiman, rekan-rekan persekutuan doa Yeremia Cipete Cilandak. Kurang lebih sejak tahun 1993 saya tak pernah lagi bertemu dengan mereka. PD Yeremia tidak akan pernah terlupakan, karena lewat wadah persekutuan itulah saya mengenal dan menerima Kristus pada saat saya duduk di bangku SMA kelas 2.

Untuk menulis semua kenangan selama berkumpul, bersekutu, melayani di persekutuan ini akan dibutuhkan banyak halaman, belum lagi pengalaman dan persahabatan dengan masing-masing saudara yang ada di dalamnya. Karena ke-egoisan dan kecerobohan saya sendirilah yang menyebabkan persahabatan dan keindahan tersebut menjadi redup.

Tahun-tahun berlalu tetapi PD Yeremia dan orang-orang didalamnya tetap mendapat tempat istimewa bagi saya, hingga kemudian teknologi infomasi yang bernama Facebook di Internet, komunikasi yang lama sudah tak ada mulai bisa terjalin sedikit demi sedikit hingga akhirnya dari sekedar tegur sapa yang agak canggung karena lama saya tak bertemu mereka terlebih sejak berdomisi di Serang Banten sampai muncul ajakan untuk bertemu kembali dengan tema ‘temu kangen Yeremia 2009’.

Dengan antusias dari beberapa rekan untuk hadir dan penyesalan tidak bisa ikutan dari beberapa yang lain ditentukanlah hari Sabtu jam 15.00 (3 sore) untuk kumpul di Citos tangal 25 Juli 2009, rencana semula jam 18.00 berubah karena usul seorang rekan, walaupun rekan yang mengusulkan tidak bisa hadir tapi ‘thanks’ atas usulnya sehingga waktu berkumpul menjadi lebih panjang.

Teringat pengalaman pertama kali datang ke PD Yeremia di tempat mba Yuni, kala itu perasaan segan dan malu untuk hadir karena tidak mengenal siapapun kecuali ‘abang (alm) yang mengajak, ditambah belum mandi dan bau keringat sehabis nonton basket di GOR Cilandak saya memberanikan diri untuk datang. Selanjutnya, minggu demi minggu saya terlibat di dalamnya. Untuk pertemuan kali inipun seolah-olah perasaan yang sama, grogi,malu dan canggung kembali menyelimuti hati ini. Sebelum pertemuan tersebut, saya pernah mengirim pesan kepada Ferry untuk menyapa dan meminta maaf dan puji Tuhan dia masih baik dan tidak mempermasalahkan kejadian beberapa waktu lalu.

Untuk menjaga kondisi supaya segar, saya tidak keluar rumah hari Jumat malam dan tidak tidur terlalu larut, maklum hari Sabtu saya tetap kerja setengah hari dan pasti akan pulang dari acara tersebut kembali ke Serang sampai larut malam. Saya beritahu istri saya akan rencana hari Sabtu, dia tidak keberatan dan mendukung untuk saya menghadirinya dan saya katakan kepadanya mampir sebentar di rumah Raphael untuk mandi sebelu ke Serang.

Jam 11.30 saya berusaha menghubungi Jimmy tak kunjung berhasil, rupanya no HP nya kurang satu angka. Begitu tersambung ‘Halo…. Ini Jimmy ya… saya kak Sampe kamu sekarang ada dimana….?’ Agak keras suara saya karena suara berisik disekitarnya,rupanya dia sedang ada di jalan, diapun menyahut ‘Halo.. kak Sampe saya ada di Cibubur mau ke Cianjur naik motor’ sayapun menjawab ‘Udah batalin aja hari ini PD Yeremia mau ketemuan di Citos jam 3 sore bisa datang ga kamu..?’ ‘Oh… ya saya pasti datang tapi ke Cianjur dulu ga bisa dibatalin nanti langsung saya ke Citos pasti kak, … saya terlalu cinta sama Yeremia’.

‘Gila juga mau ke Cianjur terus balik lagi ke Citos pakai motor…’ hebat.. begitu saya berpikir, emang masih nekad nih anak Alor yang satu ini.

Jam setengah satu saya langsung meluncur ke Citos lewat jalan Tol Jkt-Merak yang sedang perbaikan di sana-sini, memang luar bisa jalan tol ini, sudah paling parah tarifnya mahal banget lagi dan rencananya September 2009 mau dinaikkin lagi tarifnya. Sekitar jam 13.45 mulai keluar tol dan masuk jalan Serpong… wuih macet bo… apalagi petir mulai bersahut-sahutan dan awan gelap tanda hujan lebat mulai kelihatan.

Benar saja lewat Gading Serpong hujan lebat mulai turun sehingga lalu lintas yang memang sedang padat bertambah macet karena banyak kendaraan berjalan lambat sambil menghindari genangan air yang tinggi di lajur kiri jalan, dan hujan ini terus turun bahkan sampai saya tiba di Citos hujan tak juga reda.

Dengan ekstra hati-hati saya terus melaju sambil sekali-kali melirik jam untuk memastikan saya tidak terlambat nantinya, karena sudah janji dengan seseorang untuk ambil sabun detergent untuk laundry di Puspitaloka Serpong jam 2 maka saya sempatkan untuk mencari alamat tersebut, setelah sedikit berputar mencari akhirnya alamat yang dicari ketemu juga, disebuah garasi mobil untuk aktifitas 3 perusahaan saya ambil 1 karung detergent.

Lepas dari Puspitaloka saya langsung masuk tol serpong, hujan terus turun dengan lebat, di pintu tol saya bertanya untuk memastikan saya keluar di pintu mana supaya tidak masuk JORR ke petugas tol, rupanya petunjuk yang diberikan tidak tepat jadilah saya berputar-putar dalam hujan yang lebat terjebak kemacetan Tanah Kusir dan Arteri Pondok Indah.

Saya mengucap syukur memasuki Pondok Indah jalanan benar-benar lancar. Saya hubungi Lucy memberitahu posisi ‘Kami udah nyampe nihh… ‘ jawabnya dan saya juga hubungi Jimmy untuk mengetahui posisinya dan memastikan kehadirannya.

Masuk Citos, ramai sekali hari itu sehingga untuk mencari parkir mutar-mutar dibawah ga dapat juga, maksudnya supaya tidak kena hujan tapi apa daya setelah mutar-mutar akhirnya dapatnya di luar juga gedung juga, mau ga mau harus keluarin paying.

Ke toilet sebentar sambil ngamatin beberapa oang jangan-jangan ketemu teman Yeremia yang udah berubah penampilannya, ada seseorang yang mirip Mercy… Mercy bukan ya, ah gak lah beda.. malu kalo salah.

Walupun punya KTP Cipete Cilandak seumur-umur baru 2 kali ini saya masuk Citos, maklum dulu belum ada Citos, jalan tol didepannya aja tempat main bola waktu SMA. Jadi saya jalan terus….. akhirnya dari kejauhan kelihatanlah Lucy Bungawan melambaikan tangan.

Di situ sudah hadir Lucy, Diana, Kak Yulia, Andre, Mercy, Surya. Lucy tidak banyak berubah tetap ramai dengan ocehannya tapi semakin dewasa, Mercy…. ya ampun pipinya tembem amat tapi masih bisa langsung dikenalin, Surya tetap dengan penampilan yang sama (langsung inget sama motor vespanya waktu ke Puncak). Diana Siregar juga langsung bisa dikenali, Kak Yuli datang jauh-jauh dari Bekasi demi ketemuan dengan semangat yang tetap muda sekalipun harus datang dengan ‘supir yang berganti-ganti’, Pdt Andre (ya udah jadi pendeta di GKRI) luar biasa kawan ini rupanya kerinduan lama terwujud juga cuma agak jarang ketemu pendeta yang plontos abis, pdt yang lain biasanya masih disisaiin dikit.

Sebelum berangkat dari pabrik saya menyempatkan diri untuk check tensi supaya bisa jaga-jaga sama makanan (maklum punya riwayat hypertensi), jadi untuk amannya pesen teh hangat aja kalau makan kebetulan sebelum pulang mampir di kantin pabrik.

Perasaan canggung lagsung pergi entah kemana, karena kawan-kawan langsung ngobrol akrab dan kadang-kadang tertawa lebar, walaupun sudah pada tambah usia dan lama tidak ketemu tapi sifat jenaka masing-masing masih sama tapi tentu sekarang lebih berbobot (bukan bobot badannya aja yang bertambah) dan dewasa….

Saya menguhubungi Jimmy, udah di Cibubur katanya, Ferry lagi menuju Citos, Yudi, Atta, Yana belum juga datang tapi pasti datang. Muncul kemudian Ellen, walaupun tidak dalam waktu yang sama di Yeremia tapi saya tahu ibu ini, yang dijuluki oma Ellen oleh Lucy dan Diana, bahkan menurut Diana wajah Ellen mendahului umurnya.

Perbincangan ringan dan segar terus mengalir menanyakan kabar dan kegiatan masing-masing. Setelah itu muncullah Yonan, ha…ha… tambah item aja kawan yang satu ini dan rambut depannya udah mulai menghilang, pikirannya dagang melulu, waktu pertama kali saya memberitahukan tentang istri saya spontan dia ngmong ‘Enak dong elu punya ruko’ selama di Citos dia terus memantau pergerakan bisnis mobilnya dan ada yang deal katanya.

Setelah itu berturut-turut Ferry ‘Van Basten’ Simanjuntak disusul Bambang bersama Ronald (berjalan beriringan seperti David and Goliath) tapi waktu duduk sama tinggi Cuma berdiri tidak sama tinggi. Di susul lagi Yana,suami dan anaknya kemudian pasangan Yeremia Yudi dan Atta.

Ferry masih klimis dan necis seperti dulu hanya sedikit agak buncit perutnya tapi perhatiannya ke kawan-kawan Yeremia tetap besar dan tetap menjomblo. (Maju terus kawan, dari anda banyak hal yang saya pelajari dan contoh)

Setelah ngobrol dari sabang sampai merauke Mercy dan kak Yulia pamit duluan maklum Mercy ada tugas gereja sedangkan kak Yulia harus pulang ke Bekasi. Wah sayang Mercy ga sempat ketemu Jimmy Timung. Percakapan masih berlanjut dengan seru dan biasa…. Sesi foto ga abis-abisnya bahkan membajak pelayan resto utnuk bantu jadi juru foto (pantesan aja pesenannya lama lha pelayanannya disuruh foto melulu).

Berikutnya Yana pamit dan rupanya dia balik lagi bersamaan dengan datangnya mba Yuni (dari Bandung dan ketemu Yana di loby Citos). Mba Yuni cerita kalau awal Agustus akan mission trip ke Sumba Timur, Ferry mau ke Ambarawa dan Andre ke Merauke. Waktu dicocokan akhirnya rencana berikut disepakai bikin PD tanggal 22 Agustus 2009 tempat menyusul. Hampir jam 9 malam saya pamit pulang bersama Yonan dan Bambang.

Dalam perjalanan kami bicara panjang lebar bernostalgia dan menceritakan pengalaman saya secara pribadi, tapi waktu terasa sangat singkat karena tak lama kemudian Yonan turun di daerah Pondok Cabe disusul kemudian oleh Bambang. Senang ketemuan dengan kalian mudah-mudahan komunikasi tidak hanya di malam itu tapi bisa terus, terlebih terus saling mendoakan.

Ah… seandainya yang hadir bisa lebih banyak, teringat saya kepada Nelson, Arman (kel. Lenggu) Aik, Roy, Duma, Minda (kel Aritonang), kel Rugebregth, Ezra, Esther, kel. Hutabarat, kalau ditulis semua jadi daftar absensi.

Pukul setengah 11 saya tiba di Pamulang Villa untuk mandi dan menjenguk Raphael (ponakan kecil usia 2 minggu) bapak ibunya mulai agak repot karena sering bangun dan menangis… (biasalah anak kecil semua orang tua juga mengalaminya).

Setengah jam disana dan setelah makan ala kadarnya saya segera menuju Serang lagi sekitar jam 12 lewat 15 tiba dengan sehat dan selamat, ngobrol sebentar dengan nyonya dan kemudian tidur. Terima kasih Tuhan untuk pertemuan yang Engkau berkati terlebih melihat saudara-saudara dalam Tuhan di awal hidup baru saya tetap bersemangat melayaniMu.

Aku mengucap syukur kepada Allahku setiap kali mengingat PD Yeremia

SHS

Minggu, 05 Juli 2009

Selamat Datang Raphael




Minggu 05 Juli 2009 jam 06:02. Rasa kantuk masih kuat saya rasakan ketika suara HP yang diletakkan di ruang tengah berbunyi, percakapan penutup pertemuan team pelayan perjamuan kudus tadi malam cukup hangat dan kalau ingin diikuti terus mungkin akan selesai lebih larut lagi, maklum 3 hari lagi pilpres akan dilaksanakan. Kawan-kawan terpecah pendapat dalam hal menentukan pilihan.

Kembali suara HP berbunyi, dan seolah-olah berbunyi bertambah nyaring dari biasanya, segera saya mengambil sarung dan berbegas menjawab panggilan tersebut. Nomor yang kurang familiar tapi segera saya mendengar suara lae Silitonga disebrang sana. ‘Lae, kami sudah ada di RS, Ros sudah bukaan dua. Tolong bantu doa ya lae’ ‘Ok sabarlah, ito mana ?’ begitu sahut saya.

Segera lae memberikan HPnya kepada ito, dan terdengarlah suaranya ‘Aduh ito… sakit… sakit banget’. ‘Sabar ya to, ini saat yang kita harapkan dan nantikan, harapkan kehadirannya dengan suka cita, dan semua orang yang akan melahirkan mengalami hal yang sama nanti kami akan ke sana setelah ibadah‘ begitu sahutku berulang-ulang. Karena saya tidak tahu mau bicara palagi lagi maka HP saya berikan kepada istri untuk dia melanjutkan percakapan dengan eda nya. Sementara saya mempersiapkan diri hendak mandi terdengar dia berbicara dengan eda nya mengatakan beberapa hal agar eda nya sabar, minum teh manis hangat supaya ada kekuatan.

Sambil mandi saya bersyukur kepada Tuhan karena sebentar lagi adik saya akan melahirkan. Teringat percakapan terkahir dia sudah tidak sabar dan cape nunggu kelahiran bayinya. “Ngomong aja kepada anakmu, bere/keponakan itu supaya cepat keluar dan jangan lama-lama di dalam kandungan, diluar lebih enak dan ada mama, papanya juga tulang/nantulangnya yang pengen ketemu’ begitu kata saya.

Menurut rencana kalau belum ada kemajuan atau tanda-tanda melahirkan, dokter sudah membuat perencanaan hari Rabu 8 Juli 2009 pagi pada hari pilpres, dia akan di induksi atau dirangsang untuk melahirkan, tetapi mudah-mudahan sebelum hari Rabu dia sudah melahirkan.

Segera setelah itu saya menghubungi adik saya Papi Festus di Medan untuk memberi kabar mengenai hal itu dan menganjurkan dia untuk menhubungi itonya. ‘Oke bang, saya akan hubungi’ sahutnya. ‘Kita akan ke Pamulang nanti siang selepas ibadah ke 2’ kata saya kepada nyonya. Sebelum berangkat ke gereja saya sempatkan menghubungi kakak Ma Helga untuk konfirmasi alamat Rumah Sakitnya. Sebelum ibadah saya masih sempat bertanya lewat sms mengenai perkembangan dan dijawab belum oleh lae.

Setelah ibadah kami tak berlama-lama di gereja segera pulang kerumah, makan dan berkemas-kemas. HP kembali berbunyi ‘Ya lae gimana ?’ Rupanya abang Pa Helga yang menghubungi ‘Ito kita sudah melahirkan tadi jam 11.40 sehat dan normal, ajaib semua berjalan lancar karena kemurahan Tuhan, bayinya 3 kg sehat. Puji Tuhan, Puji Tuhan’. ‘Baik bang kami baru saja berkemas-kemas baru pulang dari gereja sekarang makan dulu, kami segera kesana’. ‘Kamu hubungi Pak Festus ya!’ demikian dia menutup pembicaraan ‘Oke….sampai ketemu nanti’. Hubungan terputus dan saya menyampaikan berita gembira itu kepada nyonya ‘ Ito Ros sudah melahirkan jam 11.40 semua sehat dan lancar’ saya segera menghubungi berulang-ulang Pak Festus tapi HP nya tidak aktif akhirnya berita saya sampaikan via SMS dengan harapan segera terkirim begitu HPnya aktif.

Setelah makan, kamipun segera meluncur membelah kota Serang dan masuk pintu tol Serang Timur, ketika keluar di pinto tol kebun nanas Hp berbunyi lagi dan lae Silitonga memberitahukan kabar itu ‘Lae… Ros sudah melahirkan !’ ‘Ya selamat ya lae kami baru di dekat Serpong sebentar lagi nyampe, mana ito ?’ terdengar oleh saya suara adik perempuanku sudah tertawa-tawa senang ‘Wah sekarang udah bisa ketawa ya, kamu mau apa ?’ HP saya berikan kepada nyonya dan mereka bercakap-cakap. ‘Eda mau minta dibeliin martabak keju, dimana ya ada jualan martakan siang-siang begini?’. ‘Tenang di daerah sini beda dengan di Serang, di dekat sini pasti ada yang jualan martabak’. Benar dugaan saya tak jauh dari situ kami mendapati penjual martabak manis. Kemudian kami masuk ke Hypermart untuk mencari ember untuk mandiin bayi dan handuk.

Wah… lumayan juga harganya, tapi demi mengabulkan permintaan ito kalau embernya biar tulang-nya yang beliin maka langsung dibelikan. Ditengah perjalanan di pamulang 2, saya bisa menghubungi Papi Fei dan mengabarkan berita suka cita tersebut, rupanya dia baru saja tiba di Polonia dari Penang Malaysia mengingat tugasnya sebagai teknisi Lion Air. Sekitar jam 16.15 tibalah kami di daerah Witana Harja, menunggu lae sebentar dan sekitar jam 16.30 kami sudah ada di kamar Lili 2 menjumpai ito Ros Mama Raphael dan melihat simungil Raphael yang baru lahir. Mengamati Raphael,mendengar tangisannya terungkap rasa kagum dan ucapan syukur kepada Allah, teringat oleh saya seandainya mama ada di sisi kami tentulah dia sangat senang dan bahagia karena pahompu dari boru hasiannya sudah lahir.

Abang Helga bergabung bersama kami setelah dia pulang dari gereja. Semenjak pagi sampai ito melahirkan dia berjaga bersama Lae Silitonga. Kamipun semua (Bapa Helga, Mama Helga, Helga, Niko, Tulang dan Nantulangnya dari Serang, Bapak Raphael, Mama Raphael) berdoa bersama untuk mengucap syukur kepada Allah dan menyerahkan Rphael dan keluarga Lae kepadaNya, sekalipun keluarga Festus tidak bisa hadir karena masih ada di Medan tapi kami percaya merekapun sehati dengan kami dalam doa.

Kemudian Tulang/Nantulang Rinci, Wilmar dan calon istrinya serta Dodi tiba di RS, setelah bercengkarama cukup lama mereka pulang, kemudian kamipun menyusul sekitar jam 21.30 menuju Serang dan tiba jam 23.30 ‘Selamat datang Raphael, selamat buat Inang Raphael Amang Raphael. Selamat jadi Tulang/Nantulang, Selamt jadi pariban dan lae. Kasih setia Tuhan menolongmu untuk terus bertumbuh dengan sehat, kepintaran, hikmat dan menjadi kesukaan keluargamu dan menjadi kesukaan Tuhan Yesus.. Amin.

Rabu, 01 Juli 2009

Saya tidak melayani Tuhan

1 Kor 15 : 58 ‘…. Jerih payah di dalam Tuhan tidak sia-sia ‘ ini adalah salah satu ayat yang banyak dihapal dan diklaim oleh kita yang menyebut pelayan Tuhan.

Banyak diantara kita yang giat bekerja dan mau berjerih lelah karena ada pemahaman yang mengatakan bahwa jerih payah kita didalam Tuhan tidak sia-sia, sehingga tidak heran ada banyak waktu, banyak tenaga dan banyak uang kita berikan untuk mendukung pekerjaan Tuhan dengan harapan kita diberkati dan memperoleh imbalan jasa dari Tuhan berupa berkat yang melimpah, entah itu bekat financial, berkat kesehatan, berkat keluarga bahkan berkat bangsa-bangsa.

Siapa yang tidak mau berkat, siapa ? apalagi berkat bangsa-bangsa. Berkat kecil-kecilan seperti ditraktir teman (kalau perlu menodong teman yang ulang tahun), dapat hadiah ulang tahun, dapat door prize, dapat persembahan kasih sampai berkat bangsa-bangsa.

Salahkah saya kalau dalam melayani Tuhan saya terobsesi dengan pikiran seperti itu ? apalagi banyak hamba Tuhan atau gereja yang khotbahnya selalu mendorong jemaat untuk setia agar diberkati, taat agar diberkati, memberi supaya diberi, beribadah supaya diberkati, berdoa supaya diberkati, baca Alkita supaya diberkati, melayani supaya diberkati. Kalau tidak kaya berarti tidak setia, kalau tidak sehat berarti tidak taat, kalau karir tidak tinggi berarti kurang dalam memberi dsb.

Sehingga tidak heran secara samar-samar (hanya dapat dilihat dengan jernih ketika kita merenung dan bersaat teduh) bukan kita tapi saya mendapati kalau kita eh bukan tapi saya bukan sedang melayani Tuhan tetapi sedang melayani diri sendiri. Saya kuatir kalau tidak lagi masuk dalam daftar pelayan minggu atau dalam bulan ini maka jangan-jangan berkat saya akan berkurang atau bahkan lenyap. Kalau saya tidak mendapati diri saya sedang melayani jangan-jangan pekerjaan saya akan menemui banyak hambatan dan kesulitan.

Jadi saya melayani bukan melayani Tuhan tetapi melayani diri sendiri. Karena saya tetap melayani supaya kondisi finansial saya tetap baik, kesehatan bagus, keluarga sejahtera kalau bisa berkat bangsa-bangsa mengalir ke pundi-pundi saya. Bisakah saya menyebut diri saya pelayan Tuhan? Sekalipun saya masih aktif dalam pelayanan ?. Tidak…. saya bukan melayani Tuhan tetapi melayani diri sendiri.

Dalam kegiatan retreat Sekolah Minggu ada orang tua yang bersedia membantu doa, terlebih dana bukan karena ingin memuliakan Tuhan tetapi karena anaknya ikut retreat tersebut. Mereka tidak rela anaknya ikut dalam bis yang jelek, tidak ada ac, duduk berdesak-desakan. Mereka memberi lebih banyak bantuan dana bukan untuk kemuliaan Tuhan tetapi karena tidak rela anaknya yang ikut retreat tersebut tidur di tempat yang buruk, makanan tidak enak karena buruknya fasilitas penginapan retreat.

Sesungguhnya mereka bukan melayani Tuhan tetapi sedang melayani diri sendiri dalam hal ini melayani anak mereka sendiri. Sehingga ketika anaknya beranjak remaja kegiatan Sekolah Minggu tidak lagi perlu dibantu dan diperhatikan tetapi kegiatan remajalah yang sangat penting dibantu, ketika anak mereka beranjak pemuda maka kegiatan pemudalah yang sangat penting untuk dibantu. Bukan semata-mata karena kegiatan itu penting tapi karena anak mereka ada disana.

Apakah saya masih bisa berkati ‘Saya melayani Tuhan? ‘ Tidak, saya sedang melayani diri sendiri. Jadi bagaimana seharusnya?. Tentu saya bukan anak kecil atau bayi rohani lagi bila dilihat dari segi waktu, sudah seharusnya dan sepantasnya kita dewasa dalam iman, sudah seharusnya kita menyadari bahwa hidup kita adalah untuk Kristus, sudah seharusnya hidup kita bukan lagi melayani diri sendiri tetapi melayani Kristus yang menebus kita, pemilik hidup kita.

Biarlah sisa waktu yang kita punya tidak kita buang dengan percuma dengan hanya berkutat untuk kepentingan diri sendiri. Pikirkan dan renungkan apa yang sudah Tuhan buat untuk kita sehingga kita merespon dengan memberi hidup untuk Tuhan, bukan kita melakukan sesuatu untuk Tuhan supaya Tuhan melakukan sesuatu buat kita.

Segala kemuliaan bagi Tuhan

SHS

Kamis, 07 Mei 2009

Pencuri kecil

Hari itu adalah hari naas yang saya alami, seperti biasanya saya pulang sekolah mendapati rumah dalam keadaan terkunci, bapak dan mama tidak ada dirumah untuk mencari nafkah begitu juga dengan kakak atau adik yang lain.

Tetapi situasi itu justru adalah situasi yang diharapkan oleh kami, bersama abang saya (alm) kami melakukan tindakan nekad untuk mendapatkan uang jajan yang akan digunakan untuk jajan dan mentraktir beberapa kawan di sekitar rumah dan setiap kali melakukan itu perasaan bangga karena banyak uang dan menjadi bos kecil bagi mereka.

Buat anak sekecil kami tindakan itu adalah tindakan yang sangat berbahaya, naik keatas atap rumah dan menggeser beberapa buah genteng untuk bisa masuk kerumah. Setelah masuk ke dalam rumah tujuan kami langsung ke kamar orang tua yang memang tidak menggunakan plafon atau langit-langit sehingga kami bisa langsung masuk ke dalam kamar bapak dan mama.

Rumah kami terletak paling pinggir bersebelahan dengan sawah yang terhampar luas sehingga tidak terlihat oleh tetangga yang lain, saat itu sekitar tahun 1970 kota Jakarta masih banyak didapati sawah produktif. Rumah kami terdiri dari satu ruang tamu, 2 kamar tidur, 1 dapur bersebelahan dengan kamar mandi yang punya pintu tersendiri yang bisa digunakan tanpa harus melalui pintu utama dengan kamar mandi beratapkan langit.

Setalah berada di dalam kamar bapak dan mama langsung kami beraksi membuka pintu lemari, dan aha ini dia 'sebuah celengan' (tempat menyimpan uang tabungan) berbentuk ayam milik kakak perempuan (alm) langsung di pegang dan kemudian kemi bekerja ala mc giver memasukkan sebatang lidi kedalam celengan untuk mengeluarkan beberapa uang recehan yang ada didalamnya seperti yang sudah-sudah biasa kami lakukan.

Tetapi malang tak dapat ditolak untung tak dapat diraih, tidak seperti kesuksesan yang kami raih tiba-tiba celengan yang ada dipegangan terjatuh dan jatuh berantakan. Panik, bingung dan ketakutan menyelimuti perasaan kami. Segera kami keluar rumah lewat genteng seperti kami masuk dan mencari celengan yang model dan warnanya sama. Tetapi setelah muter-muter warung di sekitar jl. anggur tidak satupun celengan yang mirip. Akhirnya didapati gantinya semirip mungkin, setelah masuk ke dalam rumah kembali dengan cara yang sama dan memasukkan semua sisa uang ke dalam celengan tersebut. Di luar rumah kami tetap gelisah karena sadar bahwa celengan itu tetap akan ketahuan kalau sudah berubah, jadilah kami lari dari rumah ke mana kami tahu hingga malam hari.

Tentu saja setelah sore orang tua kami kembali dan seluruh anggota keluarga yang lain berkumpul kami tak kunjung datang dan mereka menjadi panik dan mencari cari ke tetangga, dan cukup jauh dari rumah di daerah Bali Village, dua orang bocah sedang menangis ketakutan ditengah gelapnya malam dekat dengan empang (waktu itu Jakarta masih gelap gulita kalau malam hari). Ketika kami sedang menangis ada seorang bapak yang menemukan kami (ternyata dia adalah orang tua dari teman abang kami) dan mengantar kami pulang.

Tak terbayangkan senangnya hati kedua orang tua kami dan sangat berterima kasih kepada bapak tersebut dan selepas mengantarnya pamit seraya mengucapkan terima kasih tibalah waktunya kami di adili dan dihukum dengan dipukul berkali-kali oleh bapak. Sambil menangis menahan sakit kami berjanji tak mengulanginya lagi. Seiring waktu berjalan tidak secara langsung kebandelan kami berubah sama sekali, kadang-kadang masih juga melakukannya dalam bentuk yang lain.

Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari kejadian tersebut, termasuk bagaimana mendisiplin dan mendidik seorang anak. SHS

Rabu, 22 April 2009

Yesus sumber pengharapan (Paskah 2009)

Beberapa tahun yang lalu saya memberikan ucapan selamat Paskah kepada seorang kawan tepat sehari setelah hari Paskah dirayakan (hari Senin) dan kawan saya tersebut kemudian mengatakan sesuatu yang cukup membuat saya tertegun 'Paskah ? kan sudah lewat'

Saya bingung, sepertinya saya telah salah memberikan ucapan selamat Paskah kepadanya, padahal baru sehari tetapi seolah-olah sudah basi dan tidak perlu lagi. Bandingkan dengan ucapan selamat Natal yang tetap relevan sekalipun sudah satu bulan lamanya.

Yach begitulah kenyataannya, bahkan banyak orang Kristen yang tidak tahu bahwa Paskah itu selalu diperingati di hari Minggu. Kebanyakan kita mengatakan hari Jumat itulah Paskah. Setiap kali kita atau para rohaniawan ditanya tentang seberapa penting Paskah bagi umat percaya maka seperti sebuah koor jawabannya adalah Paskah adalah peristiwa terpenting dalam kalender gereja... tapi jujur itu sekedar sebuah jawaban yang kurang bisa dibuktikan.

Dalam banyak kesempatan Paskah tidak pernah mendapat perhatian yang lebih istimewa dibandingkan Natal, saya bukan bermaksud ingin mengatakan Natal tidak penting, sekali lagi tidak. Jangan salah mengira, tetapi ucapan Paskah sangat penting biasanya hanya sebatas ucapan tanpa diikuti oleh kenyataan.

Banyak acara Paskah dibuat sekenanya, dana seadanya, persiapan minim tidak apa berbeda dengan Natal, memasuki bulan Desember suasana Natal sudah terasa, di rumah-rumah, di pusat perbelanjaan. Gereja sibuk mempercantik diri, latihan-latihan Natal hampir tiap malam diadakan Panitia dibentuk 2 atau 3 bulan sebelumnya belum lagi dananya.

Mungkin karena berdekatan dengan Tahun Baru, libur panjang dan THR, yach pokoknya begitulah.

Jadi inilah yang bisa saya lakukan, saya mengusulkan kepada kawan-kasan GSM supaya membuat terobosan dengan membuat acara Paskah SM dihari tersendiri yaitu hari Sabtu sore (biasanya digabung di acara Sekolah Minggu di hari Minggu) dan digabung ditempat yang lebih luas (di lt.2 ruang ibadah umum) biasanya SM hanya menggunakan tempat itu hanya untuk Natal. Puji Tuhan kawan-kawan setuju setelah berdiskusi dan Staf Pastoral juga menyetujuinya.

Saya yakin anak-anak SM akan bertanya 'kok kebaktiannya bukan di ruang SM? kan Natal masih lama?' dan kita bisa memberi jawaban ini hari Paskah dst. Puji Tuhan walaupun yang hadir tidak sebanyak acara Natal tapi seluruh rangkaian acara berjalan dengan baik dipimpin oleh SL Erick dan Meli, anak-anak mengikuti acara dan menyanyi dengan antusias bahkan mereka bisa diam dan memperhatikan drama yang dimainkan oleh GSM dengan arahan Ibu Maria Eko (Ibu Singgih) dengan judul Kasih.

Tetapi yang lebih penting lagi berita kebangkitan Kristus disampaikan dengan jelas mudahan-mudahan tahun depan kita berani bikin acara Paskah seperti tahun 2009 bahkan kalau bisa pembagian kado ASM dipindah ke Paskah (semoga...)

Sedangkan Paskah umum digereja kami diadakan berbarengan dengan peringatan Kematian Kristus (mudah-mudahan Jemaat tidak rancu antara Kematian dan Kebangkitan). Ibadah dilakukan 3X, jam 7, 10 dan 18.

Kepercayaan yang diberikan panitia kepada saya sebagai sie acara terasa sangat berat mengingat persiapan yang singkat tapi Puji nama Tuhan semua mendukung dengan penuh dan dengan latihan yang terbatas jadilah sebuah drama dengan Judul 'Yesus sumber pengharapan'.

Dalam rapat pembentukan panitia sempat Pak Singgih berujar 'wah kalau bang Sampe bikin acara pasti dekorasi dan perlengkapannya banyak' saya kemudian berkata 'Tenang pak kali ini akan dibuat sesederhana mungking bahkan mungkin tidak ada dekorasi khusus untuk drama karena akan memanfaatkan multi media secara maksimal' dan jadilah drama tersebut tanpa setingan dekorasi yang banyak kecuali 4 kursi dan satu meja saja.

Saya sangat berterimakasih untuk dukungan staf Pastoral, seluruh panitia dan seluruh rekan-rekan yang terlibat dalam drama Paskah. Bung Samale yang tak kenal lelah membuat/mengedit rekaman suara dan gambar sampai larut malam (tentunya terima kasih untuk Ito Ratna yang memaklumi suaminya di booking oleh saya untuk menyediakan waktu itu semua), Pak Markus yang berperan dengan sangat baik (sampai bangun kesiangan pada hari H karena terlalu serius mempersiapkan diri), Melly (maaf Mell ada bagian gambar yang di close up beberapa detik tanpa sepengetahuan Melly) Bapak Yosua (tetap memberi yang terbaik sekalipun kurang sehat) Ibu Yosua (memberikan tekanan yang pas untuk menjelaskan kebangkitan Kristus), Victor (aktingnya terus bertambah mantap dari acara 1 s/d 3) Mbak Trie (yang sempat jatuh beneran waktu adegan dansa).

Adegan dansa kalian (Victor dan Trie) luar biasa, Ayu (terima kasih untuk note book yang senantiasa siap dipinjam untuk latihan), Bening, Milka, Friska (terima kasih mau latihan sampai jauh malam), Terima kasih untuk Obed, Aang dan David (Cocok kalau nagih hutang kalau ada nasabah nakal). Terima kasih juga untuk Yusuf Rianto, Pak Katim, Ibu Katim, Yohanes (Opo). Terima kasih khusus untuk Mas Hariadi (tanpa bantuannya acara drama bisa amburadul) dan buat semuanya.

Saya sempat berkecil hati karena durasi drama yang hampir 50 menit (tidak bisa dikurangi lagi karena hampir tidak ada bagian yang bisa dihapus) akan menyebabkan jemaat bosan menyaksikannya. Sekalipun yang menyaksikan drama sampai akhir hanya sedikit tetapi saya bersyukur dan berdoa 'asalkan yang sedikit itu sungguh mengerti dan diberkati dan tertanam kuat dalam kehidupan mereka bahwa Yesus sumber pengarapan dalam pergumulan seberat apapun itu sudah cukup menghilangkan kepenatan dan membayar jerih payah semua yang ambil bagian dalam acara tersebut.

Selamat Paskah, segala kemuliaan bagi Tuhan.

SHS

Senin, 16 Maret 2009

Hidup seperti di jalan tol

'Hidup tidak seperti di jalan tol' bagi saya ungkapan ini sudah ketinggalan jaman karena usang dan tidak relevan lagi di saat-saat sekarang. Apalagi sebagai pengguna jalan tol yang hampir setiap hari kerja saya selalu melalui jalan tol saya berpendapat 'Hidup ini seperti di jalan tol'.

Ya dengan kondisi jalan tol sekarang ini, terutama jalan tol Jakarta-Merak khususnya mulai dari pintu tol Serang Timur s/d pintu tol Ciujung yang saya lalui, maka ungkapan yang lebih tepat adalah 'Hidup seperti di jalan tol'. Bagaimana tidak, setiap kali melintasi jalan tersebut bersiap-siap dan berhati-hatilah (memang setiap mengendarai kendaraan harus hati-hati), jalan yang jelek dan rusak sangat menganggu laju kendaraan.

Belum lagi kalau bis AKAP bagaikan 'setan jalanan' berlari kencang ibarat raja jalanan membuat kita sesama pengguna jalan kerap sangat was-was dan kuatir, mereka langsung menyalakan lampu kadang mebunyikan klakson tapi yang lebih mengkuatirkan adalah mereka merapatkan kendaraannya sangat dekat sekali tidak peduli pengendara di depan wanita dan mobil kecil.

Aturan mendahului kendaraan dari jalur kanan juga sudah tidak berlaku lagi karena hampir sebagian besar kendaraan terlebih kendaraan besar tidak mau di jalur kiri sekalipun dengan kecepatan yang sangat lambat, sehingga dengan sangat terpaksa kendaraan yang akan mendahului kendaraan di depan harus melalui jalur kiri.

Ya hidup ini seperti di jalan tol, sangat berbahaya kalau kita tidak siap mental dan fisik ditambah kendaraan yang kita gunakan harus dalam kondisi prima. Untuk itulah dalam menjalani hidup ini kita harus benar-benar bersandar kepada Dia yang empunya hidup ini supaya kita dapat menjalaninya dengan ketenangan dan kenyamanan.

Seperti akan melalui jalan tol setiap pengendara harus mempersiapkan diri, istirahat cukup, kendaraan ok (bahan bakar cukup, ban bagus, surat kendaraan ada dsb) maka sebelum kita memulai seluruh aktifitas kita sepnajang hari alangkah lebih baiknya kita juga datang kepada sang Pencipta, merenungkan kasihNya, mendengar FirmanNya dan menyerahkan hidup kita sepanjang hari.

Sehingga sekalipun kita melalui hidup kita seperti di jalan tol yang yang sering tidak terduga, kita siap menghadapinya bersama dengan Tuhan.

Selamat Paskah, Kristus sudah bangkit memberikan harapan yang pasti dan memberikan kemenangan. Maut sudah dikalahkan, hidup kekal sudah diberikan.

Sekali lagi Selamat Paskah 2009.

Tuhan Yesus memberkati

SHS

Rabu, 28 Januari 2009

Rahasia

Ada satu fakta yang disembunyikan oleh para pengkhotbah mujizat, kesembuhan ilahi dan kemakmuran. Hal itu tidak pernah diberitahukan karena merupakan rahasia mereka. Yakni ketika mereka berdoa untuk orang yang sekarat dan doa mereka tidak terkabulkan. Karena Tuhan berkata 'Ini bukan kehendak-Ku' (James Dobson)

Saya setuju dengan ungkapan di atas, tidak pernah saya mendengar (mungkin orang lain pernah) seorang pengkhotbah mujizat, kesembuhan ilahi dan kemakmuran menceritakan kesaksian mereka bahwa ada banyak orang yang mereka doakan dan orang banyak tersebut tidak mengalami kesembuhan atau menerima seperti yang penghotbah atau orang itu harapkan.

Di setiap kebaktian kesembuhan ilahi selalu di sampaikan kesaksian banyaknya orang yang menerima kesembuhan dan kadang data yang ada digelembungkan bahkan di mark-up jumlahnya. Tetapi mereka tidak pernah mengakui/tidak mau menerima kenyataan bahwa di kebaktian tersebut juga terdapat banyak orang yang datang dengan sakit penyakit dan persoalan tidak mendapat kesembuhan/mujizat. Jemaat yang datang dengan kursi roda tetap pulang dengan kursi roda, jemaat yang datang dengan tongkat tetap pulang dengan tongkat, jemaat yang datang dengan sakit penyakit tetap pulang dengan sakit penyakit yang sama.

Kalaupun mereka harus memberitahukan hal tersebut dan memberikan jawaban maka mereka akan berkata bahwa orang-orang tersebut tidak mempunyai iman sehingga tidak menerima kesembuhan/mujizat, benarkah demikian ? Suatu pembelaan diri yang dangkal.

Saya percaya ada banyak orang yang beriman bahkan lebih murni imannya kepada Kristus daripada kebanyakan orang yang mengalami kesembuhan di kebaktian tersebut tapi toch mereka di ijinkan Allah tetap mengalami sakit penyakit tersebut sampai hidup mereka di dunia ini berakhir dan menghadap Allah yang mereka kasihi.

Marilah kita lebih mengenal Allah dengan baik karena itu adalah kehendakNya (Yer 9 :23-24), sehingga dalam banyak kesempatan kita tetap bisa berkata kepada Dia 'Bukannya kehendak-ku tetapi kehendak-Mu lah yang jadi' Amin.

SHS

Selasa, 06 Januari 2009

Tahun Baru 2009


Tahun Baru di Serang Banten

Selama saya menikah belum pernah mengikuti acara tutup tahun dan buka tahun di Nikomas Gemilang tempat saya bekerja, pada hari itu 31 Desember 2008 beberapa teman meminta saya untuk ikut acara perayaan tahun baru di Nikomas apalagi tahun ini ada 4 buah motor sebagai hadiah door prize nya. Sebenarnya saya tidak berminat hadir karena tidak begitu antusias dengan hiburan dangdut yang disajikan apalagi hari kemarin abang Helga bilang mau dating ke Serang untuk tahun baruan, ini kali pertama rumah kami dijadikan tempat acara ibadah keluarga tahun baru.

Tetapi menjelang siang seorang rekan di SPN kasih tahu kalau dia buka stand di acara tersebut segera terlintas di benak saya untuk memanfaatkan acara tersebut untuk ajang promosi usaha saya yang sedang saya rencanakan. Langsung saya hubungi abang tentang kepastiannya, dan dia bilang pasti datang sekitar jam 22.00. Saya langsung berpikir bahwa masih bisa diatur agar tepat jam 22.00 saya kembali dari Nikomas untuk acara keluarga tersebut.

Kepada beberapa teman saya beritahu bahwa saya akan ke acara tahun baru di Nikomas dan mereka antusias untuk ikut dengan harapan mudah-mudahan dapat door prize motor. Saya hubungi Yoto untuk membantu bawa brosur. Sementara istri sudah sibuk sepanjang hari untuk membereskan rumah dan mempersiapkan makanan untuk acara bersama dengan kel. Abang Pa Helga. Pulang di rumah masih harus mengantar istri belanja beberapa keperluan… wuih rasanya cape benar.

Setelah semua rampung jam 19.00 saya berangkat dan terjebak macet di Pasar Lama Serang, kawan-kawan sudah menunggu (lama banget katanya). Tiba di Nikomas kurang lebih jam 20.00 dan banyak banget orang yang datang, mungkin karena cuaca cerah tapi yang pasti semua berharap dapat motor padahal motornya Cuma empat tapi yang hadir .. luar biasa banyaknya. Segera saya dan Yoto sibuk mondar-mandir berpromosi sementara rekan-rekan yang lain memilih untuk duduk dekat panggung menantikan hadiah motornya, tapi apa daya sampai pengumuman terakhir motor yang diidam-idamkan tak kunjung di dapat.

Kami bergegas pulang kira-kira jam 22.00, saya memacu kendaraan dengan agak cepat kuatir abang saya sudah tiba di rumah. Ternyata mereka terjebak macet di Serpong dan tiba di BSD Serang sekitar 10 menit setelah saya tiba. Terima kasih untuk kel. Abang yang mau berkunjung ke Serang merayakan tahun baru bersama dengan kami. Jam 23.30 kami mulai beribadah untuk bersyukur akan penyertaanNya di tahun 2008 dan berdoa untuk penyertaanNya di tahun 2009 dan sebagaima biasa tradisi orang batak, kami bergantian menyampaikan kesan dan pesan mulai dari yang mudal sampai yang tua, mulai dari Niko, Helga, Istri, saya dan terakhir Pa Helga. Ito dan Lae harus mengikuti acara di kel. Silitonga, kel Festus ada di Medan dan kakak mama Helga sedang ada di Tebing Tinggi mendampingi tulang yang baru keluar dari RS.

Besoknya mereka pulang kembali ke Pamulang dan kami beribadah tahun baru di GBI Eliezar dan ayat mas yang saya dapatkan adalah I Kor 6 : 20.
Selamat Tahun baru semuanya kiranya hidup kita lebih bermakna dan bernilai bagi Tuhan dan orang lain.

Natal 2008

Gambar : Katedal Mesias Kemayoran Jakarta
Natal tahun ini menjadi Natal pertama tanpa kehadiran seorang mama yang selalu saya rindukan untuk bersama-sama menaikkan doa dan pujian kepada Allah, Raja segala raja yang datang ke dalam dunia untuk melawat dan menyelamatkan manusia ciptaanNya yang penuh dengan dosa.
Namun hati saya tetap beryukur akan kasih Tuhan lewat Istri, keluarga dan kawan-kawan yang Dia tempatkan di sekitar saya. Tahun ini saya hanya terlibat secara langsung untuk mempersiapkan dan mengadakan Perayaan Natal Sekolah Minggu kami, selain itu diminta sedikit bantuan untuk mempersiapkan beberapa pertanyaan untuk acara kuis di Perayaan Natal Pelayan GBI Eliezar Serang, yang dapat hadiah utamanya kawan-kawan sepelayanan (Ito Ratna dan Mas Yoto.. bukan KKN lho).

Selebihnya saya tenang menikmati perayaan Natal di Gereja sebagaimana jemaat umum lainnya, kawan-kawan telah berusaha memberikan yang tebaik lewat perayaan Natal sederhana baik melalui paduan suara, drama natal. Saya juga senang karena pembicara orang Indonesia yang melayani di Sydney menyampaikan Firman Tuhan secara lugas dan bermakna. Ketika dia menyampaikan beberapa perbedaan antara Kristus dengan Sinterklas kami (saya dan istri) berkali-kali meneriakkan dengan keras kata ‘YES’. Hal ini untuk mengingatkan bahwa Natal identik dengan Yesus Kristus bukan dengan tokoh gendut yang bernama Sinterklas.

Ketika keluarga mertua mengajak pergi ke Jakarta untuk merayakan Natal bersama II (baca i i ) saya langsung menyanggupi mengantar mereka dan bermalam di Jakarta.

Hari Rabu 24 Desember, ijin pulang cepat dari kantor dan langsung menuju ke gereja untuk mempersiapkan beberapa pertanyaan yang semula dipersiapkan 10 ternyata berkembang menjadi kurang lebih 35 pertanyaan kemudian pulang mempersiapkan diri dan langsung jemput mertua dan keluarga di Cilegon.

Jam 16.05 kami meninggalkan pintu tol Cilegon Timur, jalan tol yang mengalami banyak perbaikan membuat perjalanan kami kurang lancar tetapi syukurlah kami berangkat lebih awal sehingga sekalipun merayap di lampu merah Harmoni kami tidak terlalu tergesa-gesa dan terlambat.

Tujuan pertama adalah Kebaktian malam Natal di sebuah gereja yang baru diresmikan, sebuah Mega Gereja (demikian beberapa orang menyebutnya) yakni Katedral Mesias di Jl Industri Kemayoran. Setelah sedikit berputar-berputar dan bertanya (sebelumnya hanya tahu daerah kemayoran) akhirnya kami melihat sebuah Gereja yang megah dan indah dengan tulisan SOLI DEO GLORIA, itulah Katedral Mesias. Karena kurang percaya diri akan mendapatkan parkir di area parkir gedung gereja kami terpaksa parkir di pinggir jalan (setelah mendapatkan kepastian keamanan dari petugas parkir). Bergegas kami masuk ke area gereja dan saya semakin kagum melihat komplek gereja tersebut yang disisi kirinya sedang di selesaikan sebuah gedung tinggi yang konon untuk pusat studi.

Ketika masuk gedung gereja saya pikir ibadah belum mulai karena ketika saya melongok ke ruang ibadah ternyata masih kosong, setelah bertanya ke panitia rupanya ibadah pertama belum selesai, menggunakan ruang yang lain dan kami harus menunggu beberapa menit lagi. Ketika panitia memberitahu bahwa jemaat di ibadah pertama selesai dan telah keluar semua barulah kami diijinkan masuk. Panitia telah mengantisipasi jalur keluar dan masuk sehingga tidak terjadi benturan, bahkan kami tidak melihat antrian jemaat sebelumnya.

Masuklah saya dalam sebuah ruangan ibadah yang bisa memuat kurang lebih 4000 orang (demikian informasinya), ruangan yang besar dan indah, dan ternyata bukan saja gedungnya yang indah akan tetapi rangkaian acaranya juga indah. Belum pernah saya mendengarkan secara langsung paduan suara yang begitu indah dan megah menyanyikan beberapa lagu Hmyne dari Handel terlebih ketika pujian Haleluya di naikkan serentak semua jemaat berdiri menghormati ‘King of kings’

Firman Tuhan disampaikan oleh Pdt. DR. Stephen Tong, walaupun saya jemaat GBI tapi itu tidak membuat saya risih dan jenggah mendengarkannya. Beliau mengatakan tentang Allah yang masuk dalam sejarah manusia. Allah pencipta masuk ke dalam ciptaanNya, kalau bukan karena KasihNya tentu Dia tidak akan melakukannya.

Saya pernah mendengar ketegasan beliau kepada jemaat yang berjalan hilir mudik ketika khotbah sedang disampaikan dan saat itulah saya mendapati kenyataannya, salah seorang terlihat berjalan hilir mudik (entah apa yang dia lakukan), langsung Pdt. Stephen Tong menegurnya dari mimbar agar orang tersebut berhenti dan duduk. Ketika ibadah belum selesai dan di penghujung ibadah sebagian orang bergegas meninggalkan ruang ibadah seperti yang pernah saya lakukan di gereja, ada yang tidak mau berdesak-desakan, ada yang kuatir terjebak kemacetan waktu keluar dari parkir dan entahlah alasan apa lagi yang lain. Saat itu juga Pdt. Stephen Tong menegur dengan keras orang-orang tersebut dia mengatakan ‘Ibadah belum selesai jemaat dilarang meninggalkan ibadah, bagaimana saudara mau menjadi orang Kristen yang pikul salib kalau kelakuan dalam ibadah saja seperti ini, saya Pendeta, Hamba Allah dan saya memerintahkan saudara duduk dan jangan keluar sebelum ibadah selesai, saudara boleh keluar kalau sudah kebelet ke toilet’

Saudara ipar sedikit kecewa karena tidak ada konsumsi dalam acara tersebut, tetapi hati kami dipuaskan oleh Tuhan lewat puji-pujian dari Paduan Suara dan lewat FirmanNya.
Pulang dari ibadah itu saya mengantar mertua dan kakak ipar ke rumah ii. Besoknya Natal 25 Desember 2008 kami beribadah di GKJ (Gereja Kristen Jakarta) jemaat Kartini di Mega Kemayoran Lt. 10 di ruang ibadah yang biasa digunakan GBI PRJ.

Ini kali pertama saya mengikuti ibadah yang bernuansa Mandarin, sesekali bahasa Mandarin di nyanyikan selain bahasa Indonesia dalam hati saya mungkin inilah ‘HKBP nya orang Chinese’. Rangkaian acara yang ditata dengan baik sekali oleh VG Yerikho pimpinan Herry Prionggo (mudah-mudahan benar penulisannya) berupa perpaduan antara drama, tari dan lagu.

Firman Tuhan disampaikan dalam bahasa Indonesia dan langsung diterjemahkan ke dalam bahasa Mandarin tentang Yesus adalah pengharapan. Tema yang klop dengan drama, tari dan lagu yang mainkan. Setelah itu kami mengantar ii kembali ke rumahnya dan kamipun kembali ke Cilegon dan Serang.

Saya menghubungi Abang bp. Helga dan Lae Silitonga untuk mengucapkan selamat Natal dan janjiaan untuk hadir dalam Konser Natal 2008. Menhubungi Festus tidak nyambung-nyambung tapi ga apa nanti dihubungi lagi.
Minggu 28 Desember 2008, kami bergegas mempersiapkan diri setelah ibadah minggu dan pembubaran panitia natal SM untuk berangkat ke Pamulang menjemput Abang, Helga, Niko, Lae Silitonga dan Ito untuk menyaksikan konser Oratoria Handel di Katedral Mesias Kemayoran. Puji Tuhan saya mendapatkan 7 tiket konser jam 19.00. Berangkat dari Serang Jam 16.00 tiba di Pamulang sekitar 17.30. Mereka sudah siap dan untuk menghemat waktu kami bergantian makan di dalam mobil menuju kemayoran lewat jal toll JORR keluar di Ancol dan langsung ke Jl. Industri, sesampainya disana acara belum dimulai, rupanya panitia telah merubah jadwal menjadi jam 19.30 untuk menghindari kemacetan yang diakibatkan berbenturannya jemaat yang pulang sehabis konser jam 16.00 dengan yang akan masuk.

Sepanjang 20 lagu kurang lebih karya Handel diperdengarkan tanpa henti, saya salut dengan paduan suara yang kuat berdiri nonstop sambil menyanyikan kidung pujian dan diantara mereka ada yang masih berusia 12 tahun sampai ada juga yang opa-opa.

Maklum saya tidak terbiasa nonton konser seperti ini jadi saya agak kuatir kebiasaan saya muncul yaitu pergi ke toilet maklum ac nya dingin dan malu rasanya kalau ditengah konser harus beberapa kali bolak-balik ke toilet tapi syukurlah semua itu tidak terjadi, sampai selesai seluruh konser saya dapat menikmatinya, hanya saya sempat kebablasan tepuk tangan di lagu terakhir padahal lagu itu belum selesai (malu rasanya)
Pulang dengan hati puas dan bersuka cita kami bermalam di rumah abang Helga di kasur yang bisa memijat sendiri waktu kami tidur….. (terima kasih Helga dan Niko Bapa uda boleh pinjam kamarnya)

SELAMAT NATAL & TAHUN BARU
TUHAN SUDAH DATANG KE DALAM DUNIA
BERSUKACITALAH MENYAMBUT RAJAMU
Selamat Natal untuk kel. Tulang Rempoa, kel. Tulang Lenteng,
kel. Tulang Rinci dan kel. Tulang Boni
Selamat Natal untuk kel. Sumingrat
Selamat Natal untuk kel. PDT. DH. Pandiangan
Selamat Natal untuk kawan-kawan GSM dan seluruh pelayan di GBI Eliezar Serang
Selamat Natal untuk Persekutuan Oikumene Nikomas Gemilang

Selamat Natal untuk seluruh saudara/i dalam Kristus