Selasa, 19 Agustus 2008

arisan keluarga

Orang Batak sudah dikenal dengan kegiatan arisan-nya, hampir di setiap keluarga batak umumnya hari libur baik itu hari Minggu atau Libur Nasional sering digunakan untuk ajang kumpul-kumpul sebagai bentuk silaturahmi atau supaya kita tetap di kenal oleh keluarga yang lain maklum hidup di desa berbeda dengan di kota. Salah satu cara untuk tetap kontak dengan yang lain ya arisan itu, jadi masalah uang dapat arisan atau tidak itu tujuan yang kesekian.

Jujur saja kadang-kadang kurang bisa menikmati hari libur, kalau orang lain tanggal merah itu bisa berleha-leha dan santai tapi buat saya kadang-kadang hari itu justru cape banget...(he.. he sori ya kalau ada yang marah) apalagi saya... dari serang banten harus bolak-balik ke Jakarta udah gitu buat saya yang pegawai rendahan... ongkosnya bo... makin terasa dach.

Tapi jujur.. senang juga bisa ketemu saudara/i yang tumbuh bersama waktu kecil sekarang udah pada berubah. Yang dulu kurus sekarang gendut, yang dulu gendut sekarang kurus, ditambah lagi masing-masing sudah repot diganggu para yuniornya.

Ada kerinduan besar di hati saya, semoga semua family, mama, abang, ito, lae, ponakan, semua tulang-nantulang, pariban dan anak-anak selalu sehat/bahagia/sukacita (walaupun tidak selalu sehat/tidak selalu sukses/tidak selalu seperti yang diinginkan) masing-masing tetap setia dan percaya Tuhan mengasihi mereka dan Tuhan punya yang rencana yang indah buat tiap pribadi

My profile




Banyak yang bilang saya orang Medan, padahal yach ampun daerah asal masih sangat jauh dari Medan. Memang untuk memudahkan mengenal jati diri kita sering disebut orang Batak=orang Medan, padahal jujur saya katakan saya bukan orang Medan walaupun sama-sama berasal dari Propinsi Sumatera Utara. Memang untuk memudahkan pembicaraan ataupun perkenalan sebutan orang Medan lebih cepat dimengerti. Dari pada lawan bicara menjadi bingung waktu saya berteru terang kalau saya bukan orang Medan.

Padahal tidak semua orang Batak itu dari Medan buktinya saya, orang sering menyebut saya orang Medan padahal tahu Medan aja enggak, ke Medan pun baru beberapa kali dihitung dengan jari satu tangan, itu juga cuma 1 atau 2 hari udah gede tahu kota Medan setelah umur mencapai kurang lebih 34 tahun.

Batin saya bilang saya ini 'BTL' Batak Tembak Langsung suatu ungkapan yang sering didengar sekitar tahun 1970-1980 an. Maksudnya orang Batak yang langsung ke kota besar Jakarta tanpa lewat Medan atau tanpa tahu kota besar sebelumnya.

Dari Medan sekitar 8 jam lagi, pokoknya masih jauh ... lewat gunung, lembah.. terus ..... akhirnya sampailah di sebuah kecamatan yang bernama 'Pakkat' tapi itu belum juga tiba dan masih terus lagi sampai di sebuah desa yang benar-benar desa. Desa itu bernama 'Sibongkare' Maaf kalau cari dipeta desa ini tidak akan diketemukan.

Walaupun saya lahir di Sibongkare tetapi sejak umur sekitar 1 tahun keluarga saya sudah hijrah ke Jakarta tepatnya di daerah Cipete Selatan. Masa kanak-kanak ada ditengah kampung Betawi di Jl. Bunga Rampai RT 11/03 Cipete Selatan.

Tahun 1970 an masih jarang ditemukan orang Batak di tengah kampung .... belum ada listrik belum ada jalan MHT (proyek Bang Ali). Waktu itu sebagian teras rumah kena bongkar untuk proyek MHT. Jadi kalau lagi berantem sama anak-anak lain sering mereka teriak.. 'oi ada orang batak, ada orang batak' aneh kali ya ? ngeliat orang batak. Sama juga kalau ada orang bule/asing mereka sering teriak 'oi ada orang asing ada orang bule'

Karena rumah kami di Bunga Rampai Cipete Selatan terletak paling pinggir berbatasan dengan sawah jadi suasana makan kami sangat berkesan, dari meja makan kami duduk bisa langsung melihat hamparan sawah, persis disamping meja makan ada 2 jendela besar tanpa teralis seukuran orang dewasa. Ini hal yang sulit dijumpai saat ini kecuali makan di restoran-restoran nuansa alam atau di vila daerah pegunungan, tapi sungguh waktu saya kecil saya mengalaminya di Jakarta.
Memang lama kelamaan karena pertambahan penduduk sawah tersebut telah berubah fungsi menjadi rumah kontrakan, di Cipete Cilandak hari gini masih ada sawah ga ya ?
Sekitar tahun 1983 keluarga kami pindah ke sebuah tempat di depan pasar inpres puri mutiara. Setiap kali hujan deras mengguyur maka di depan rumah kami akan tercipta sebuah rawa dan akan kembali mengering setelah hujan tidak lama turun. Rupanya ayah saya sengaja membeli tanah dan membangun rumah didaerah tersebut karena sudah mengetahui sebelumnya bahwa di depan rumah kami akan dibangun sebuah jalan besar yang kemudian dikenal dengan nama Jl. Arteri dan kemudian berubah menjadi Jl. P. Antasari, itulah sebabnya beliau bersedia tinggal di daerah rawa di samping pasar Inpres Puri Mutiara Cipete Cilandak Jakarta.

Sekarang tinggal di kota Serang ibu kota propinsi baru Banten.