Senin, 15 Desember 2008

Lebih dari Pemenang


Hari ini Senin 01 Desember 2008 saya membaca kisah seorang atlet olimpiade, seorang missionaris yang menjadi teladan yaitu Eric Liddel. Teladan yang saya peroleh adalah tentang integritas seorang hamba, seorang pelayan. Tentu tidak mudah baginya untuk melewati masa-masa yang dia harus dijalani baik ketika harus memilih antara prestasi olimpiade, berbakti kepada negara/kerajaan Inggris, berbakti kepada Raja Inggris, menyenangkan hati masyarakat banyak atau menyenangkan hati Tuhan kala itu dan hidup dalam pelayanan misi dan menghabiskan sisa hidupnya di camp tahanan Jepang pada perang dunia II.

Tetapi setelah saya melanjutkan membaca sebagian kisah hidupnya, saya mendapat kesan yang kuat bahwa dia mampu mengatasi semua pergulatan batinnya karena ternyata dia mempunyai kebiasaan yang luar biasa yaitu bersekutu secara pribadi dengan Tuhan baik melalui doa maupun Firman. Tentulah lewat kebiasaan yang dilakukan itulah dia mendapatkan kekuatan dan damai sejahtera yang melampaui segala akal dan pikirannya.

Jika saya ada dalam peristiwa dan masa itu mungkin saya juga akan menyesali keputusan Eric Liddel atau mungkin mendakwa dia sebagai seorang yang fanatic dan tidak pakai otak, bagaimana mungkin hanya karena tidak mau berlari/bertanding di hari Minggu dengan alasan mau beribadah sebuah kesempatan yang besar dan langka di lewatkan begitu saja, ini bukan pertandingan kota/propinsi atau nasional tetapi Olimpiade. Di mana segala kemasyuran dan kesuksesan bisa diraih, tentu untuk menhadapi event besar itu dia telah lama berlatih dengan keras dan melewati semua dengan banyak pengorbanan. Akan tetapi ketika semua itu siap untuk diraih dia memilih untuk tidak mengikuti pertandingan lari 100 M, edan.. ini sungguh edan.

Tetapi kemudian Allah yang dia kasihi dan layani memang luar biasa, keyakinan dan harga yang dia bayar mendapatkan balasan yang setimpal. Dia tetap menjadi bagian dari medali emas olimpiade lewat estafet 400M. Bahkan kemudian saya mendapati dedikasi dan tujuan hidupnya lebih nyata lagi ketika dia menyerahkan dirinya secara bulat kepada Tuhan lewat pelayanan misi yang di kerjakan di Cina. Begitu juga dengan pilihan hidupnya melayani menjadi garam dan terang di camp penjajahan Jepang ketika itu hingga akhir hidupnya.

Memang sejarah tidak mencatat dia sebagai pemenang medali emas lari 100M di Olimpade Paris 1924 akan tetapi saya yakin dia telah mengajarkan kepada kita bahwa dia telah memenangkan pertandingan iman dan dia mendapatkan pengakuan ‘Eric Liddel adalah seorang yang menang bahkan lebih daripada pemenang’
Pilihan yang sulit akan tetapi menjadi mudah ketika dia setia dalam persekutuan pribadi bersama dengan Tuhan yang dia kasihi dan layani yaitu Kristus.

Kiranya Tuhan Yesus menolong kita untuk sungguh-sungguh tampil sebagai orang yang lebih dari pemenang dan bukan sekedar sebuah nyanyian yang dinyanyikan dengan mulut kita tapi tanpa hati dan perbuatan.


SHS

Senin, 01 Desember 2008

Parkir

Entahlah kenapa saya sering dibuat jengkel oleh para tukang/petugas parkir (ada beberapa pengecualian, seperti petugas parkir di gereja saya tentunya), selebihnya hampir lebih banyak yang membuat jengkel baik itu yang resmi atau yang tidak resmi. Sering bahkan teramat sering ketika saya hendak mencari parkir batang hidung mereka tidak kelihatan bahkan saya harus ekstra hati-hati untuk memarkirkan sendiri tanpa bantuan mereka, akan tetapi ketika hendak pergi meninggalkan tempat parkir entah dimana keberadaan mereka yang terdengar hanya suara ‘pritt… prittt’ tanpa menampakkan dirinya. Cuma pas saya hendak meninggalkan tempat parkir mereka seperti punya ilmu gaib sudah ada disisi kanan pintu saya sambil meminta uang parkir. Begitu uang parkir diserahkan diapun kabur entah kemana tanpa menghiraukan saya yang masih belum dapat ke jalur jalan.

Akan terasa lebih jengkel lagi kalau ternyata saya hanya parkir sebentar untuk membeli sesuatu dan sesuatu itu tidak saya dapatkan karena tidak ada saya tetap harus membayar parkir tanpa mendapatkan pelayanan yang baik. Kadang mendapatkan karcis parkir bahkan lebih sering tidak mendapat, kalaupun mendapat karcis parkir yang diberikan asal jadi saja.

Pengalaman yang lain adalah, sering saya parkir disuatu tempat bahkan boleh dibilang hampir setiap hari dan tidak ada seorangpun petugas parkir ditempat tersebut karena memang arus lalu lintas tidak padat bahkan lengang, tapi tiba-tiba entah atas instruksi dari mana muncullah seorang petugas parkir dengan hanya mengandalkan peluit di mulutnya dan meminta biaya parkir… padahal saya sudah lebih dulu dan lebih sering saya parkir disitu.. dasar tukang parkir liar tak ubahnya seperti preman atau pemeras saja atau tak ubahnya ibarat pengemis ber-peluit.

Tapi jujur seperti saya ceritakan di atas ada pengeculian, petugas parkir ada juga yang baik dan sangat membantu, waktu saya datang mereka membantu memarkirkan kendaraaan saya dan ketika hendak pergi mereka bahkan membimbing kendaraan sampai tengah jalan dan memastikan saya mendapatkan jalur jalan. Yach mau tak mau setiap kali bertemu dengan tukang/pemeras parkir saya mencoba melatih kesabaran, dan saya sering mendapati saya belum lulus dalam kasus tukang parkir.

Parkir memang lahan basah bagi sekelompok orang termasuk bagi pemerintah daerah, di tempat-tempat tertentu lahan parkir menjadi rebutan bahkan menjadi akar persoalan dan kerusuhan. Parkir menjadi masalah yang rumit bagi kota besar khususnya akan tetapi menjadi sumber pendapatan yang tidak kecil bagi pemerintah daerah (juga bagi oknum tertentu).

Di kota Serang sepanjang pasar lama, jalanan yang sudah sering macet dibuatkan pemisah jalan, saya tidak tahu maksud pembuatan pemisah jalan tersebut ada yang mengatakan jalur khusus untuk becak, akan tetapi fungsinya saat ini tidak kelihatan malahan menurut saya jalur itu dibuat untuk pedagang kaki lima, seorang kawan mengeluh karena tokonya berada di sebelah jalur yang baru, sehingga menyulitkan kendaraan untuk memindahkan barang dari toko ke kendaraan atau dari kendaraan ke tokonya sehingga berpengaruh kepada kunjungan pelanggan ke tokonya. Sering di dapati kendaraan baik itu umum atau bukan memarkir kendaraannya disisi jalur pemisah itu dan bukan ditempat parkir yang disediakan.

Mudah-mudahan pemerintah daerah lebih bijaksana dalam menangani parkir demi kepentingan pembangunan. Menurut saya sebelum persoalan parkir di kota Serang menjadi tambah rumit lebih baik di tata sejak awal, mumpung di kota Serang belum banyak titik kemacetan, karena kedepan pasti kota ini akan lebih berkembang apalagi sekarang sudah menjadi kotamadya.


SHS

Jumat, 28 November 2008

Tidak dijemput!!


Saya tersenyum ketika mendengar Niko sedih bercampur kesal karena tidak dijemput dari sekolah sehingga terpaksa dia jalan kaki dari sekolah ke rumahnya. Dalam perjalanan pulang saya sempatkan menghubungi Niko lewat telephone kakaknya Helga. ‘Halo Helga.. ada Niko ga?’ sahutku ‘Ada nih Bapa uda’ sambil menyerahkan telephone ke adiknya ‘Halo Ko.. katanya sedih waktu pulang kenapa..? ga dijemput ya’ Tanya saya ‘Halo… ga kok Cuma tadi ga dijemput papa’ sahutnya. Tetapi karena sinyal kurang bagus jawabannya terputus-putus dan tidak jelas dan saya putus komunikasinya, nanti dirumah dilanjutkan pikirku.

Sesampainya di rumah kembali saya menghubunginya, kami bercakap-cakap. Rupanya dia kesal karena sudah dijanjikan akan dijemput tapi ternyata tidak dijemput, dia sudah menunggu lama di sekolah sampai kawan-kawannya sudah pulang dan sekolah sudah sepi kok papa belum datang. Dalam percakapan itu saya tidak menyalahkan dia atau menegur dia dengan mengatakan ‘begitu aja kok nangis’ mungkin jika saya dalam posisi seperti dia dan seusia dia saya juga akan melakukan reaksi yang sama, kecuali kalau kita sudah dewasa dan masih berkelakuan seperti anak-anak baru itu tidak sehat dan tidak normal, masa orang dewasa tidak dikasih permen atau dibeliin balon masih ngambek dan menangis?. Kadang kita kurang adil dengan anak-anak. Kita merasa kesal dan marah ketika gara-gara sesuatu yang menurut kita sepele mereka menangis, merengek, ngambek dan berkelahi. Sesungguhnya kita pun akan melakukan hal yang sama seperti mereka ketika mainan kita diambil oleh kakak atau adik, tidak dibelikan balon dan lain-lain.

Saya pikir hal yang kita lakukan adalah memberikan pengertian bukan saja pada saat mereka merajuk akan tetapi lebih efektif pada saat mereka sedang senang dan tidak membuat masalah. Kita bisa mendiskusikan dan membicarakan hal-hal tertentu yang mereka bisa syukuri, terlalu sedikit saat ini orang tua yang menerapkan ajakan Firman Tuhan untuk mengajar anak-anak mereka ketika sedang berjalan, duduk, berbaring atau dalam kebersamaan. Orang tua hanya menyerahkan hal-hal seperti itu ke guru-guru di sekolah dan guru sekolah minggu mereka.

Sudah saatnya para orang tua memainkan peran yang lebih banyak untuk mengajar, membimbing, membina bahkan memberikan teladan tentang hidup yang bersyukur, bertanggung jawab dan khusunya pertumbuhan imannya kepada Allah. Akan tetapi bagaiman hal itu bisa dilakukan kalau orang tua saja tidak punya minat dan ketaatan dalam persekutuannya dengan Tuhan. Atau beranikah kita berdoa dan berharap agar anak-anak kita kelak mempunyai kualitas hidup seperti kita, mempunyai iman seperti kita atau barangkali berharap dan berdoa 'Janganlah seperti kami Tuhan karena kami tidak pantas untuk diteladani'. Ingatlah, contoh dan teladan yang terdekat yang bisa mereka lihat adalah orang mereka sendiri.

Saya senang karena setelah mendengar penjelasan dan alasan kenapa Niko tidak dijemput dia menjadi mengerti, memang kadang dibutuhkan kebijaksanaan untuk menepati janji, karena sering kali kita mengingkari janji yang satu untuk memenuhi janji yang lain. Kiranya Tuhan menolong kita untuk menjadi seseorang yang bisa menepati janji. Istri saya selalu berujar ‘Seperti Kristus dengan FirmanNya demikianlah seorang pria dengan perkataannya’


SHS

Selasa, 25 November 2008

‘KARO’ BANGET

Intan Sembiring namanya, dari nama belakangnya bisa diketahui dia asli orang Batak Karo Indonesia. Dia sangat bangga akan ke ‘Karo’ annya. Karena hampir setiap hari ikut bersama dan duduk disamping saya maka sering saya mendengar dia berbicara di telephone dengan memakai bahasa karo, bahkan sesekali sms nya dalam bahasa karo nyasar ke HP saya, tinggallah saya terbengong-bengong ga ngerti apakah ini pantun atau mantra.

Sepanjang pengetahuan saya, dia sangat bangga sebagai orang Karo dan pernah tinggal di Medan, hampir setiap yang ada di kota Serang entah itu makanan, arus lalu lintas, angkot dan yang lainnya belum bisa dibandingkan dengan kota Medan. Bagi dia Medan is the best.

Jika kami sedang melintas di jalan tol Jakarta-Merak jalur pintu tol Serang Timur-Ciujung sering dia berandai-andai ‘Kalau saja ke sumatera sudah ada jalan tol ke kota Medan alangkah asyiknya ya to’ demikian kata-katanya.

Setiap kali bertemu dengan mobil AKAP yang menuju ke Medan entah itu ALS, ANS, Karona ataupun Medan Jaya dia selalu antusias dan terkenang akan kampung halamannya di Medan sana. ‘Ito ada mobil medan tuch waduh lusa pasti sudah nyampe di Medan’.

Tapi lama-kelamaan semakin jarang kami bertemu dengan mobil-mobil AKAP itu, mungkin sekarang orang sudah lebih memilih menggunakan pesawat terbang disamping cepat harganyapun tidak jauh berbeda dengan harga bus AKAP tadi.

Sakit antusiasnya dia melihat bus tersebut seringkali dia bergumam dan seolah-olah dia sedang di dalam bus itu menuju ke kampung halamannya dan sesekali ketika mobil kami melewati bus tersebut dia memperhatikan sopirnya kalau-kalau dia mengenali sopir tersebut, itulah keistimewaannya yang selalu percaya diri bahwa dirinya terkenal sampai-sampai sopir-sopir bus antar kota antar propinsi pun mengenal dia.

Dan hari ini Kamis 13 Nopember 2008 kami melintas di jalan tol Jakarta Merak, ketika sekitar 5 menit kami memasuki jalan tol kami berjumpa dengan sebuah truk dengan nomor polisi BK ditambah dengan tulisan bahasa Karo di belakang truk itu, dia langsung bicara ‘Ada truck dari Medan… wuih ada tulisan karo lagi’. Ketika mobil kami melewati truck itu dia kembali menoleh dan memperhatikan sopirnya bahkan ketika mobil kami telah mendahului truck tersebut dia tetap memperhatikannya bahkan sampai menggeluarkan sedikit kepalanya dari jendela. ‘Wah ito.. saking antusiasnya sampai melanggar aturan jangan mengeluarkan anggota badan selama berkendara’ sahutku dan kamipunpun tertawa ‘Benar-benar Karo sejati ini ibu, dan Pede abis seakan-akan semua sopir kenal dia’

Mudah-mudahan entah tahun berapa jalan tol Jakarta-Medan terlaksana, sehingga impian Intan br Sembiring bisa terwujud, semoga.
Nb. Ito Panggilan khas batak antara pria dan wanita

Kamis, 06 November 2008

Pekerjaan baru


Sementara saya sedang menulis tentang lagu poco-poco dalam acara adat batak saya menerima sms dari anak saya (anak adik saya) Festus, bunyinya ‘Pa tua Sampe, papi fey udah msk ke ..... (salah satu maskapai perbangan) mulai tgl 1 November doakan semoga diberkati Tuhan’ langsung saya berucap ‘Terima kasih Tuhan dan berkati adik saya di pekerjaan barunya’. Tentu bukan sesuatu yang mudah bagi adik saya dalam mengambil keputusan untuk mengundurkan diri dari Merpati tempat dia bekerja hampir selama 10 tahun.

Waktu selesai dari SMT Penerbangan Jakarta di kawasan Blok M dia mengikuti recruitment pegawai yang diadakan oleh Merpati. Setelah beberapa test yang berhasil dilewati dengan baik yang memakan waktu cukup lama, pulanglah dia suatu hari mendapati mama sambil menangis sedih, ‘Ma.. mama ada uang ga?‘ Mama dengan segera menghampiri dia dan bertanya ‘Uang untuk apa ?’ ‘Menurut orang-orang dan kawan-kawan kalau kita ga ada uang saya ga akan diterima di Merpati!’ sahut adik saya dengan sedih, waktu itu saya ada disitu dan mendengar percakapan mereka. Mamapun berbicara lagi ‘Aduh dari mana uang kita… kita ga ada uang’. Maklum waktu itu kami tidak lagi mempunyai ayah karena beliau sudah meninggal ketika adik saya ini duduk dikelas 6 SD. Jadi mama sudah menjadi single parent sejak saya remaja dan tentu kebutuhan uang yang dia katakana bukan dalam jumlah yang kecil.

‘Mama ga ada uang amang…. ‘ demikian dia memanggil adik saya yang nama lengkapnya Mangihut Simanullang. Kami duduk bersama dengan sedih, pasrah dan cuma bisa berharap kepada kemurahan Tuhan. Selang beberapa hari pulanglah dia dengan berita gembira bahwa dia diterima di Merpati. Alangkah senangnya kami sekeluarga dan sangat bersyukur akan kemurahan Tuhan. Ketika kami tak berdaya dan nyaris hilang harapan karena tidak punya uang ternyata Tuhan menunjukkan kemurahannya, yang kata orang-orang kami harus menyediakan uang agar dia bisa diterima kenyataannya kami tak perlu mengeluarkan sepeserpun uang. Adikku ingatlah selalu akan pertolongan Tuhan padamu dan bersyukurlah.

Kemudian dia harus mengikuti pendidikan yang diadakan di Surabaya, dalam satu kesempatan yang baik saya mengunjungi dia di Surabaya. Saya tiba jam 4 pagi di Surabaya dan langsung menjumpai dia (ketika itu kantor tempat saya bekerja mempunyai cabang di Surabaya). Setelah beberapa bulan mengikuti pendidikan dia pulang dan dengan senangnya memperlihatkan photo-photo ketika dia ada di pelatihan yang semi militer, tampak di photo tersebut dia dan kawan-kawannya di sebuah rawa dan mama memandangi photo tersebut dengan perasaan haru dan bangga.

Dia bertugas di Halim pindah ke Palembang dan terakhir tugas di Medan. Kalau ada berita kecelakaan pesawat selalu saya memperhatikan kalau-kalau itu adalah Merpati dan kalau memang Merpati saya selalu menyembunyikannya dari mama dan memberitahukan kemudian setelah memastikan keadaan adik saya baik-baik saja. Dalam beberapa waktu lamanya terdengar kabar kalau Merpati mengalami masalah dan saya selalu berkata dan berdoa ‘Terbanglah Merpati dengan Jaya’ setiap kali melihat iklan Merpati di TV atau di surat kabar, ya karena di sana adik laki-laki saya bekerja. Sesekali saya mencari informasi lowongan pekerjaan untuk teknisi pesawat baik di luar negeri maupun dalam negeri.

Menjelang akhir tahun 2007 adik saya mengikuti pendidikan yang diadakan Merpati di China. Terbersit perasaan bangga kalau dari kami ada juga yang bisa pergi ke luar negeri apalagi ini bukan jalan-jalan tetapi tugas menuntut ilmu, saya yakin mama pun pasti bangga anaknya ada yang ke luar negeri mengingat kami hanyalah keluarga sederhana dari kampung, Karena mama terbatas pengetahuannya setiap ada yang bertanya dia tidak bilang kalau anaknya ke China tetapi ke Hongkong.

Menjelang bulan Agustus 2008 sudah mulai terdengar lagi berita tentang kesulitan Merpati dan kami enggan mendiskusikannya kalau sedang duduk bersama-sama dengan mama, tapi rupanya adik saya ini dalam beberapa kesempatan sudah mengikuti testing di maskapai lain ke Jakarta tanpa memberitahu dan mampir ke rumah mama (kami mengetahui setelah mama meninggal). ‘Saya kuatir mama gelisah dan tidak tenang kalau tahu saya sedang cari pekerjaan baru’ katanya. Setelah mama dikebumikan dan anggi boru (istrinya) serta Festus pulang kembali ke Medan dia masih tinggal di Pamulang untuk menantikan test atau interview di Jakarta supaya dia tidak perlu bolak-balik.

Ternyata dia telah memutuskan berhenti dari Merpati (pilihan yang sulit) waktu dia tanya pendapat saya, jujur saya agak keberatan tapi saya mengerti dan menyadari kalau keadaan tentang pekerjaannya dia pasti lebih tahu. Jadi sekarang dia penggangguran??? Pikirku. Kembali doa dinaikkan dan nasehat supaya sabar kami ucapkan tetapi tetap saja bukan perkara mudah bagi dia untuk menantikan panggilan dan kepastian pekerjaan dari tempat barunya.

Tiba-tiba dia harus pulang ke Medan ‘Ada pyskotest’ katanya. Setelah itu dia telephone lagi ‘Bang… bantu doanya supaya saya diterima di .... , saya sudah putuskan untuk tidak menerima tawaran salah satu maskapai baru dan menunggu yang tinggal proses HRD’ dia bercerita. Saya sempat menyayangkan keputusannya yang terlalu cepat menolak maskapai baru itu ‘Tidak bisa kamu mengulur jawabanmu sampai ada kepastian dari maskapai tsb ?’ ‘Sudah saya putuskan bang.. karena saya yakin diterima’. ‘Ya sudahlah tunggu saja dengan sabar dan percayalah Tuhan pasti memelihara kalian’.

Akhirnya sampailah pesan pendek tersebut dan saya mengucap syukur mendengarnya. “Bekerjalah dengan baik dan pandai-pandailah bersikap ditempat yang baru’ demikian nasehat saya kepadanya. Saya salut akan keteguhan hati dan kesabarannya, dan saya percaya tidak mudah untuk mengambil keputusan seperti itu. Tuhan memberkatimu dan keluargamu dan kita semua.

SHS

Jumat, 31 Oktober 2008

Poco-poco

Sebenarnya apa yang saya tulis ini sudah ada dipikiran saya sejak lama dan muncul kembali ketika dalam satu kesempatan saya membaca artikel Pdt. DTA di rumametmet.com sehingga mengusik saya untuk menuangkan pikiran saya dalam bentuk tulisan. Beberapa waktu terakhir ini disetiap pesta pernikahan adat batak yang saya hadiri ada satu lagu yang begitu favorit dikumandangkan bahkan hampir sudah merupakan sebuah lagu wajib, wajib dinyanyikan dan pesta tersebut kurang nikmat kalau lagu tersebut tidak dinyanyikan.

Karena dengan iringan lagu tersebut para undangan terlebih lagi pihak-pihak yang memberi ulos akan semakin bersemangat menari sambil mengoyang-goyangkan ulosnya. Bahkan dalam satu kesempatan yang saya ikuti, iring-iringin pemberi ulos itu sampai harus lebih dari satu kali memutari pengantin sebelum meng-ulosi karena senangnya (entah senang dengan lagunya atau senang menari).padahal masih banyak acara sedangkan hari sudah mulai menjelang senja.

Tapi yang aneh lagu tersebut terasa asing bagi telinga orang batak, tetapi hampir mudah dikenali dari kata-katanya karena kata-katanya seperti bahasa dari suku Minahasa/Maluku (lain halnya kalau kemudian negara tetangga kita mengakui lagu tersebut sebagai lagu dari negara mereka). Dari judul tulisan ini tentu tahu lagu yang dimaksud adalah poco-poco lagu yang dipopulerkan oleh Yopie Latul. Lagu itu mungkin sudah tidak terdengar lagi di radio atau pedagang kaset/vcd akan tetapi tetap exist di acara pernikahan batak khususnya sampai saat saya membuat tulisan ini.

Yang menjadi keheranan saya (saya tidak fanatik dengan adat batak tapi tidak juga membencinya) adalah kenapa lagu tersebut bisa mendapat bagian di acara batak, padahal sebagian orang batak merasa ‘adat batak’ adalah yang terbaik walaupun saya juga mengakui bagi suku yang lain tentu juga punya pendapat yang sama dengan adat-nya masing-masing. Kadang kita jumpai ketika adat batak bersinggungan dengan adat suku lain pihak batak tidak mau mengalah dan kompromi menerima adat suku lain. Bahkan ada beberapa kawan yang Kristen tidak disetujui pernikahannya dan menjadi batal karena belum sanggup membiayai pernikahannya dengan menggunakan adat batak dan hanya memilih pemberkatan nikah di gereja saja.

Kembali kepada lagu poco-poco, lagu ini jelas bukan lagu batak, lagu ini berasal dari Minahasa atau lebih dikenal Manado. Tidak perlu disangkal sebagian orang batak menganggap saudara kita dari Manado adalah orang-orang yang sukanya hanya pesta dan dansa-dansi, walaupun sebenarnya dugaan itu tidak mendasar sama sekali. Saya tidak tahu apakah ini sebuah keprihatinan atau kebanggaan. Prihatin karena orang batak sudah mulai luntur kebanggaannya dengan lagu bataknya sehingga mengadopsi lagu suku lain masuk dalam acara adatnya atau bangga karena ternyata orang batak bisa juga menghargai daerah lain dan memasukkannya dalam acara batak dengan suka cita.

Sepanjang yang saya tahu dalam adat batak terdapat batasan-batasan atau aturan-aturan yang cukup ketat dalam berkomunikasi, ketika saya menikah satuhal penting yang diajarkan kepada saya (apalagi istri saya bukan orang batak) bahwa istri saya tidak boleh duduk bersebelahan dengan abang saya (ayah saya sudah tiada), jadi harus ada pemisah, bisa saya atau istri abang saya atau kalau tidak ada harus ada jarak. Panggilan atau sapaan juga tidak boleh sembarangan dan masih ada beberapa pantangan yang lain.

Tetapi tahukah orang batak atau tahukah kita arti dari lagu poco-poco itu ? Dalam sebuah kesempatan saya bertanya kepada dua orang kawan ,yang satu orang Minahasa/Manado dan yang satu lagi adalah orang Maluku/Ambon kedua daerah ini mempunyai banyak kesamaan bahasa. Mereka mengatakan sesuatu yang membuat pencerahan buat saya, kawan saya yang dari Ambon bilang ‘Waduh lagu itu mah ga bener.. di Ambon lagu itu banyak orang tua yang ga suka apalagi kalau dinyanyiin di gereja, Bapa tahu ga artinya ? Lagu itu kan kurang sopan untuk dinyanyikan’ Artinya kurang lebih ingin mengatakan badan/body anda bahenol atau montok dan bikin saya melayang jauh… jauh… dan bikin pikiran macam-macam.

Bayangkan kalau saya menyanyi sambil menari bersama nantulang, ito saya atau perempuan lain dan saya menyanyikan lagu itu…..?????? Saya terdiam dan bertanya ‘Bener artinya begitu..?’ diapun menjawab ‘bener pak.. saya juga heran disini kok sering banget dinyanyiin padahal di sana di tempat saya udah ditinggalin’ Gereja saya bersebelahan dengan gereja HKBP yang ruangan bawahnya sering dipakai untuk acara adat batak dan acara-acara orang batak lainnya.

Mengertikah kita yang sering menyanyikan lagu tersebut atau kita hanya berpikir arti ga penting yang penting lagunya enak dan cocok untuk mengiringi tarian termasuk tarian untuk mengiringi pemberian ulos. Saya hanya bisa mengusulkan kepada saudara-saudara dekat saya untuk tidak meminta lagu tersebut dinyanyikan bahkan kalau mungkin saudara-saudara saya yang lain juga memikirkan ulang atau menolak pemusik untuk menyanyikan lagu tersebut, tapi terserah kalau tetap ingin dinyanyikan tapi alangkah lebih baiknya bila kita orang-orang batak yang menganggap adat orang batak adalah adat yang baik bisa meresponinya.

Dari saya yang masih belajar bahasa batak.

Jumat, 17 Oktober 2008

Dapat Uang dari HP=Pulza08

Jadikan HP anda pos pendapatan bukan pos Pengeluaran
http://pulza08.wordpress.com

Kamis, 16 Oktober 2008

dietsehat bersama herbalife

Dietsehat bersama herbalife adalah sebuah program yang sudah teruji dan terbukti dengan baik, sementara banyak program diet menawarkan sesuatu yang muluk-muluk setinggi langit tanpa bukti Herbalife justru telah terbukti. Memang sebagaimana program diet yang benar para peserta tentulah di tuntut juga untuk disiplin dalam hal waktu dan jenis makanan yang dikonsumsi.

Menurunkan dan menaikkan berat badan dengan Herbalife adalah solusi tepat dan terpercaya.

Informasi lebih lanjut hubungi : 021-943 60 782 / 0812 930 7386 atau kunjungi http://www.ratudiet.com

Berikut ini beberapa contoh menu diet ala Herbalife :

Senin, 06 Oktober 2008

Mama tercinta

Hari Rabu di Serang turun hujan yang cukup deras setelah beberapa lamanya tidak turun hujan dan istriku Ruth berkata ‘Telephone inang hujan ga disana’ memang Ruth ini sering ngobrol lewat telephone dengan mama (mertuanya) kadang sampai 1 jam bahkan lebih. Kalau mereka sedang ngobrol (entah apa yang dibicarakan) hati saya senang sekali karena istriku tanpa saya suruh mau menelephone mama, terlebih setelah ito ku menikah dan mama tinggal sendiri di pamulang, diakhir percakapan mereka, mama bilang terima kasih yach.. sudah mau nelephone. Saya bilang ke Ruth ‘Besok saya telephone ke mama’. Buat mama telephone saja sudah sangat berarti karena dia maklum jarak kami tidak terlalu dekat walaupun hanya bisa ditempuh dalam 2 jam perjalanan. Dalam beberapa kesempatan mama menyempatkan diri untuk datang dan menginap di rumah kami.

Saking inginnya dia tetap dekat di hati anak-anaknya ketika saya ingin merekam suaranya sebagai nada panggil pribadi kalau dia menelephone dia mengatakan sesuatu yang sangat menyentuh dan dalam artinya. Waktu itu saya bilang ke mama ‘Ayo ma ngomong apa aja untuk saya rekam ke HP, jadi nanti kalau mama nelphone saya yang bunyi suara mama !’ tanpa di ajarin dan dikasih contoh mama langsung ngomong untuk direkam ‘Nga lupa ho sape na mar mama-i dang di ingot ho pe be au ?’ yang kurang lebih artinya ‘Sudah lupa kau sape punya mama ga diingat lagi aku ?’ Itulah perasaan dan isi hati mama buat saya. Jadi setiap kali mama nelpon suara itulah yang terdengar di HP saya dan langsung saya jawab ‘Nga lupa ma, nga lupa’

Memang akhir akhir ini kami lebih sering menelephone mama, bahkan saya sempat berkelakar dengan seorang kawan, kalau saya hampir seperti pacaran dengan mama karena hampir setiap hari atau minimal 2 hari sekali saya ngobrol dengannya lewat telephone. Bahkan dalam satu hari kami bisa ngobrol berkali kali entah itu saya saya menghubungi beliau atau beliau yang menghubungi saya.

Menjelang libur lebaran ini kami (saya dan mama) punya rencana untuk pergi berlibur dengan keluarga abang dan keluarga ito saya Rosmina kalau kelurga adik saya Pa Festus memang tidak mungkin ikut karena mereka ada di Medan. Kami, ditambah Ros sibuk mengatur rencana mengenai liburan, baik itu dana, hari keberangkatan, tempat dan acaranya termasuk merayu abang dan kakak untuk ikut liburan bersama karena menurut kami liburan ke Lembang ga jadi kalau mereka tidak ikut. Jadi alangkah senangnya kami mempersiapkan seluruh rencana itu.

Hari Kamis 25 September 2008 sebelum saya telephone ternyata mama telephone ke saya dan kasih tahu sudah beberapa hari ini ga bisa tidur dan perutnya terasa sakit sekali, seperti yang biasa saya katakan dalam banyak kesempatan baik itu lewat telephone maupun waktu tatap muka saya selalu berusaha untuk menguatkan mama. Waktu itu saya bilang sama mama ‘Ma seandainya waktu mama sudah habis mama siap ga?’ Memang kadang-kadang mama jawab siap kadang belum Mama bilang ‘Belum siap’ saya ngomong ‘Emang apa lagi yang mama pikirkan anak-anak semua baik, Ros sudah menikah’ Mama menjawab ‘Ito mu itu si Ros tu dia imana mang alu-alu (Ito mu kemana dia mengadu)’ saya katakana ‘Kan ada kami abang-abangnya’ lagi sahut mama ‘Asing do bolo mang alu-alu to au dohot tu hamu (beda lach kalau mengadu ke aku dengan ke kamu atau kalian’ saya jawab lagi ‘Ma emangnya mama mau berapa lama lagi lagi pula percayalah sama kami atau ka nada Tuhan yang menjaga dia, biarin aja dia mengadu dan berharap kepada Tuhan. Tuhan pasti jaga dia dan kami jadi ga usah kuatir dan percayalah Tuhan itu baik, jadi gimana ma kalau waktunya Tuhan datang mama siap ga?’ dan jawabanya mama melegakan saya ketika mama bilang ‘ Ya sudah saya siap’ kemudian saya mengajak mama untuk berdoa bersama melalui telephone menyerahkan hidup kami khususnya mama.

Besoknya saya telephone lagi dan mama kasih tahu sudah baikan, beberapa waktu kemudian saya telephone dan mama sedang istirahat abang Pa Helga yang menjawab katanya ‘Mama lagi istirahat sengaja aku yang pegang HP nya supaya mama tidak terganggu’. Abang juga kasih tahu sudah dibawa ke dokter dan minta saya datang hari sabtu 27 September 2008 untuk nengok mama.

Hari Jumat siang mama minta abang untuk menghubungi saya supaya berdoa sama-sama, saat itu saya sedang audit barang di pabrik Nike, kami berdoa via telephone dan hati saya kurang enak menjalankan tugas untuk audit barang karena pikiran saya dipenuhi oleh keadaan mama yang sedang sakit dan sesampainya di rumah saya beritahu istri dan kami berdoa bersama.

Sabtu 27 September 2007 adalah hari libur pertama dalam masa libur lebaran saya bangun agak siap dan langsung membereskan rumah dan bantu Ruth cuci pakaian kemudian saya telephone ke pamulang, yang ngangkat lae Silitonga, rupanya mereka nginap di rumah mama ‘Mama lagi istirahat dan Ros lagi nyuci baju katanya’ Kemudian saya bicara sama mama dan mama minta saya datang saat itu saya menawar kalau mama masih belum terlalu sakit saya datangnya hari Rabu aja (sekalian ulang tahun Helga) tapi kemudian Ros bilang mama mau dibawa ke RS Fatmawati.

Ruth (penolongku dan istriku) langsung menyediakan pakaian untuk bermalam satu hari dan katakan ‘Pi nginap aja di Pamulang tapi kita ke Cilegon sebentar ya..’ Kami ke Cilegon kemudian dari sana setelah mengantar Ruth pulang lagi ke BSD saya langsung masuk tol kopasus menuju Pamulang sendirian.

Sepanjang jalan hati saya terus berharap supaya semua baik-baik saja dan menyerahkan keadaan mama ke dalam tangan Tuhan, karena HP belum bisa dipakai (Esia GoGo belum aktif saya tidak bisa komunikasi mengikuti perkembangan) saya langsung ke Vila Pamulang ternyata rumah kosong saya lanjut ke rumah Helga di sana pun ternyata mama sudah dibawa ke RS Fatmawati kata Anto (anak buah abang yang bekerja disitu). Untuk menghemat waktu dan menghindari kemacetan saya parkir mobil disitu dan pinjam motor abang ke RS.

Kurang lebih jam 14.00 saya tiba di RS, di tempat parikir ketemu dengan Ros dan lae yang juga akan kerumah abangnya yang sedng sakit, kemudian saya dan Ros langsung ke UGD dan mendapati Abang Pa Helga besama mama yang sedang berbaring di tempat tidur dorong menunggu hasil pemeriksaan. Pa Helga bilang ‘temenin mama dulu saya mau istirahat diluar!’.


‘Gimana ma?’ kata saya ‘Sakit banget perutku’ sahutnya kemudian kami ngobrol yang ringan-ringan. Beberapa kali mama menggeserkan badannya menghadap ke kiri dan kemudian menghadap ke kanan karena kalau terlentang mama tidak bisa, sakit sekali katanya. Dengan bantal guling yang ada saya menjaga mama dan memijat mijat kakinya sambil bercakap-cakap. Mama belum pernah di rawat di rawat inap dan saat itu dia minta ‘Urus dulu kamar biar di rawat inap mama, kalau bisa kelas II aja’ saya bilang ‘Tunggu dulu ma, hasil pemeriksaan dokter’ setelah beberapa lama dan diagnosa sementara : asam lambung mama terlalu tinggi kata dokter jaga, kemudian abang di panggil untuk mengurus kepindahan mama dari UGD ke ruang perawatan. Pa Helga segera mengurus dan saya terus menemani mama di ruangan UGD itu, sekitar jam 6 sore barulah kami pindah ke kamar kelas I di IRNA teratai kamar 507 lantai 5.

Kamar 507 kelas I ada dua tempat tidur dan menurut suster pasien yang satunya itu sudah pulang dengan alasan mau berlebaran di rumah. Sambil bercana mama juga bilang besok aja kita pulang bilang aja mau lebaran di rumah aku dokter, saya bilang mana bisa besok mama pulang kan besok hari minggu administrasinya libur. Karena tidak ada pasien di tempat tidur yang satu lagi kami bisa dengan lebih leluasa menemani dan menjaga mama di kamar itu.

Beberapa saat setelah membereskan kamar dan mengenakan pampress supaya mama bisa buang air tanpa pispot datanglah Nantulang Lenteng, Dody dan Inang bao boru Lubis menjenguk dengan membawa nangka (kemudian di bawa pulang oleh abang) mereka juga habis menjeguk keluarga di rumah sakit yang lain. Pada saat itu mama masih bisa bercakap-cakap dan bersenda gurau dengan kami dan Nantulang, Dody dan Inang bao. Setelah cukup lama mereka disitu mereka pun pamit pulang dan berharap supaya mama cepat sembuh. Dalam keadaan yang biasa tinggallah kami berempat, mama, saya, Ros dan Abang Pa Helga. Kemudian Pa Helga kasih tahu kalau saya dan Ros nginap nemenin mama dia mau pulang dan besok gantian saya pulang dia jaga mama. Sebelum Abang Pa Helga pulang kami berempat berdoa bersama menyerahkan mama dan memohon kesembuhan buat mama. Sepanjang malam saya dengan Ros bergantian berjaga-jaga menemani mama dan memberikan minum.

Minggu 28 September 2008 sekitar jam 5 pagi ito saya Ros mulai bertanya-tanya kenapa mama belum buang air kecil sepanjang hari sabtu hingga minggu pagi ini, kami kemudian kasih tahu mama kalau mau buang air ga usah ragu kan sudah pakai pampers tapi mama bilang ga bisa. Akhirnya pampers kami lepas, sebelum sarapan pagi diberikan oleh petugas RS tiba-tiba mama bilang mau ke kamar mandi karena ingin buang air kecil, segera kami meolong mama untuk turun dari tempat tidur dan memapahnya ke kamar mandi. Saya memapahnya dan Ros yang membantu mama untuk membersihkannya di kamar mandi. Pagi itu mama sudah mau sarapan walaupun tidak habis, saya memberikan mama makanan dengan menyuapinya.

Kira-kira hari menjelang siang kembali mama minta ke kamar mandi karena mau buang air kecil, dan karena agak kurang cepat ke kamar mandi, mama bilang sudah tidak tahan untuk pipis saya bilang uda ga apa pipis dilantai saja sembari berjalan dan sekalian mama buang air besar walaupun cair. Di saat-saat seperti itu kami dengan senang hati menemani mama dan merawatnya... 'Ma apa yang kami lakukan ini ga seberapa dibandingkan apa yang mama perbuat buat kami mulai dari kandungan hingga kami sebesar ini' itulah hati kecil saya yang berbicara.

Segera saya ngepel lantai supaya bersih sementara Ros membantu mama dikamar mandi untuk membersihkan diri dan ganti daster. Pada saat itu mama sempat bisa duduk disofa beberapa saat sebelum berbaring ditempat tidur untuk saya suapi makanan. Setelah selesai makan mama kembali berbaring, kami banyak bercerita dan bernostalgia sementara mendengar dan sambil tersenyum sesekali mama menjawab.

Kemudian Tulang dan Nantulang Rempoa datang dan disusul oleh Indra dan Inang Bao br. Rea. Di saat itu mama juga kelihatan senang karena di tengok oleh eda dan itonya. Sempat Nantulang bercanda 'Eda cepat sembuh yach supaya kita bisa ke Sibolga lagi karena Dohar mau kawin' Mama menjawab 'Andigan ? ' Nantulang menjawab kalau ia hanya bercanda saja. Mereka masih menemani mama dan berbincang-bincang dengan akrab, setelah beberapa lama merekapun pamit.

Waktu terus berjalan tanpa menunjukkan sesuatu yang mengkhawatirkan dan beberapa kali Abang Pak Helga menghubungi kami untuk memantau keadaan mama dan mengingatkan beberapa hal supaya mama minum dan mau makan begitu juga dengan Ruth istriku beberapa kali menghubungi untuk mengetahui perkembangan.


Saat-saat seperti itu biasanya memang kalau saya nginap di rumah mama atau dalam kesempatan bertemu dan menemani mama kami sering ngobrol atau dalam bahasa batak 'marnonang' dan sesekali saya mengigatkan mama bahwa Tuhan itu sangat baik yang telah memberkati mama dengan limpahnya dan memelihara kami semua termasuk mama.

Kami bernostalgia tentang masa kecil kami dan mengingatkan betapa bersyukurnya kami atas pemeliharaan Tuhan lewat mama, kami juga bercerita mengenang saya dan pa Festus ketika menemani ayah kami di Bangka. Ketika itu dengan bapak harus menjalankan tugasnya sebagai kepala sekolah dengan menginap di ruang kepala sekolah yang sebagian kantor tersebut ditutup dan dibuatkan kamar darurat untuk tempat kami menginap. Pagi-pagi buta kami harus mendahului mandi di samping lapangan upacara sebelum para siswa datang ke sekolah dan setelah itu kami berangkat ke sekolah yang cukup jauh ditempuh dengan berjalan kaki. Pernah suatu kali saking takutnya adik saya (pa Festus) ingin buang ari kecil dimalam hari dia tidak berani keluar ruangan harus buang kecil di ember... ha...ha.... Mendengar saya dan Ros bercerita mama tersenyum. Senang sekali melihat mama masih bisa tersenyum walaupun harus terbaring lemah di tempat tidur.


Sesekali saya harus mengecek kabel infus yang kadang-kadang infus tidak berjalan dengan baik
karena mama selalu berubah posisi tidur, kadang ke kiri kadang ke kanan karena kalau dalam posisi yang sama terlalu lama dia merasa bosan dan punggungnya terasa panas, yach memang mama bilang 'Aku ga bisa tidur terlentang sakit.. sekali rasanya jadi harus bolak-balik terus' itulah sebabnya saya harus selalu memindahkan infus ke tiang sebelah kiri atau kanan agar kabel infus yang tidak terlalu panjang tidak mengganggu gerakan mama kalau hendak ganti posisi tidur.

Ketika saya kembali dari beli makan siang, Ros cerita bahwa adik saya Pa Festus dan keluarga barusan berbicara dengan mama via telephone dan mama baik-baik saja.


Tetapi menjelang jam 15.00 sore saya mulai gelisah karena mama harus sebentar-sebentar membuang ludah padahal sebelumnya mama tidak punya masalah dengan itu, jadi saya harus selalu stanby untu mempersiapkan plastik untuk mama membuang ludahnya dan sekali muntah dan muntahannya berwarna coklat, saya suruh Ros untuk membeli kantong plastik lebih banyak lagi, ini berlangsung terus menerus hampir tiap lima menit sekali kadang hanya ingin meludah saja tapi kadang juga muntah karena mual. Saya segera menghubungi suster untuk masalah ini dan suster memberikan bantuan dengan obat anti mual dengan cara disuntikkan ke kabel infus, tetapi menurut hemat saya inipun tidak banyak membantu karena mama masih membuang ludah atau memuntahkan cairan coklat.


Menjelang Sore kembali saya suapi mama untuk makan dan sambil bercanda saya bilang ke mama 'Tinggal satu lagi sebenarnya yang ditunggu mama untuk menjenguk siapa lagi kalau bukan Tulang Rinci, pasti kalau Tulang Rinci datang mama senang' maklum kel. tulang Lenteng sudah datang, kel. tulang Rempoa sudah datang tinggal kel. tulang Rinci yang belum (kalau ito nya yang terakhir tinggal si Sibolga kemungkinan besar tidak bisa datang). Mama kembali tersenyum meng-iyakan tanda setuju.

Baru saja Ros ke kamar mandi tiba-tiba pintu kamar terbuka dan sungguh yang ditunggu-tunggu mama muncul yaitu tulang-nantulang Rinci dan keluarga langsung saya berucap 'Nah ini dia yang ditunggu-tunggu datang, pas banget tulang kami lagi membicarakan tulang' selepas saya berkata demikian keluarlah Ros dari kamar mandi dia juga mengatakan 'Nah ini tulang udah datang baru aja diomongin'

Tulang, nantulang kel. Sinurat-Rinci, Nancy dan pasukan kecilnya langsung menyapa mama dengan ramainya, mama kelihatan senang sekali menyambut kedatangan mereka kemudian tulang bertanya 'Gimana Ito' mama menjawab 'Sahit hian ito dang boi hu tahan'

Semua kumpul diruangan tersebut dan tak lama kemudian muncullah abang Pa Helga sekeluarga (abang-kakak-Helga dan Niko) ruangan pun teras sempit dengan kehadiran semua tapi beruntung memang tidak ada pasien disitu kecuali mama sehingga kami semua bisa dengan leluasa berbicara dan bercengkrama.

Abang membawa sate padang yang kemudian saya, Helga dan Niko menyantapnya. Setelah beberapa lama keluarga Tulang ada disitu merekapun pamit pulang dan berharap mama cepat sembuh.

Setelah mereka pulang tinggallah kami sekeluarga ada disitu sambil terus melayani mama saya dan abang memijit kakinya mengipas-ngipas punggungnya yang panas secara bergantian.
Selanjutnya saya, Ros dan abang berunding karena mama sekarang sering meludah dan muntah mengeluarkan cairan yang berwarna agak kecoklatan kemudian abang menghubungi dokter jaga, entah apa yang mereka bicarakan di ruangan suster tapi yang saya tahu setelah itu dokter jaga datang ke kamar dan memeriksa keadaan mama sambil bertanya apakah mama pernah menderita lever ‘Tidak pernha sahut kami’ sebelumnya dan setahu kami mama belum pernah menderita penyakit tersebut.

Kemudian suster memberikan obat lagi dengan menyuntikkan obat lewat selang infuse, pada saat itu terlihat mama mulai turun kondisinya. Saat itu juga saya memberitahukan bahwa mama tidak buang air kecil seperti yang sudah dan dokter menyarankan untuk mengenakan ‘kateter’ abang setuju. Dokter kemudian memutuskan untuk memeriksa darah mama untuk di bawa ke laboratorium, setelah beberapa cc darah mama diambil untuk diperiksa segera saya dengan ditemani niko pergi ke laboraturium 24 jam dekat ruang UGD. Kami menunggu hasil lab hingga selesai dan tak berapa lama hasilpun selesai, saya dan Niko segera kembali ke ruangan untuk menyerahkan hasil pemeriksaaan darah itu ke dokter, saya tidak tahu hasilnya apakah baik atau tidak.

Sekembalinya kami dari laboratorium mama sudah mulai kelihatan turun terus kondisinya dan saya terkejut karena sudah mendapati mama tidak lagi mengenakan satu botol infuse tetapi tiga, dua melalui tangan dan satu melalui kaki (tapi kekaki tidak jadi dikenakan), abang Pa Helga sesaat istirahat dan saya tetap ada disampingnya, hati saya campur aduk dan dalam keadaan seperti itu mama masih sempat memperhatikan saya dan bertanya sambil memandang kepada saya dengan lembut ‘Pe kamu ga pulang ini sudah hampir jam 12 malam ?’ hati saya terharu mendengar, dalam keadaan seperti itu mama tetap menaruh perhatian yang besar kepada saya, mama mengkhawatirkan saya karena waktu sudah larut malam sedangkan perjalanan masih jauh dan tentu dia tahu saya sudah cape. Sayapun menjawb ‘Ya engga lah ma saya disini aja yang penting mama cepat sembuh Ruth juga sudah tahu dan dia bilang ga apa-apa’.

Kemudian dia bicara kepada kakak mama Helga yang saat itu ada disampingnya untuk membagikan semua perhiasan mama yang ada dititipkan ke-kakak untuk dibagikan. Kakak pun menjawab ‘Udah Inang ga usah dipikirin dulu’ sambil membesarkan hati mama. Luar biasa pada saat-saat seperti itu mama dengan tenang dan penuh perhatian terus memberikan pesan-pesan terakhirnya, lalu dia bicara lagi ‘Borju borju hamu mar-ito da..’ saya menjawab ‘Ga usah kuatir ma’ dia bicara lagi ‘Songoni tu tulangmu’, ‘Iya ma’ sahutku. Semua kalimat yang diucapkan mama sangat jelas dan tidak terbata-bata dan itu tidak diulangi lagi, kemudian satu kata terakhir lagi juga ditujukan kepada saya.

Terus kondisi mama memburuk dan abang Pa Helga menghubungi Tulang Rinci yang belum lama berselang pulang untuk segera kembali ke RS Fatmawati begitu juga dengan Tulang Rempoa dan Tulang Lenteng. Sambil terus berharap kepada Tuhan semua ada dalam pemeliharaanNya saya tetap berada disisi mama sambil terus membisikkan kata-kata kekuatan dan penghiburan untuk tetap bersyukur dan berserah kepada Yesus. Saat itu mama sudah tidak lagi berbicara hanya memandang kepada kami….

Paramedis kami hubungi dan segera mengambil tindakan untuk memasukkan selang ke dalam tubuh mama melalui tenggorokannya untuk mengeluarkan cairan y ang ada didalam tubuhnya, sementara mereka memasukkan selang itu kami kasih tahu mama supaya melakuakan apa kata dokter. ‘Bu kalau nanti selangnya dimasukkan kemulut ibu biarin aja jalangan di lawan ya..’ Pelan-pelang selang itu dimasukkan ‘Nah sekarang lakukan gerakan seperti nelan ya bu..’ ‘Iya mam sekarang seperti nelan ma’ sahutku memberitahukan kepada mama dan mama mengikuti sehingga dengan mudah selang tersebut bisa masuk dan keluarlah cairan berwarna coklat melalui selang tersebut… dalam hati kecil saya yang tidak mengerti terbersit perasaan lega karena ada kemajuan pikirku setelah cairan itu keluar.

Praktis sejak selang itu masuk kedalam perut mama lewat kerongkongannya mama tidak lagi berbicara. Segera Tulang Rinci dan seluruh keluarga termasuk Riancy dan calon suaminya, datang langsung tulang suruh dia dan calon suaminya untuk menyalami namborunya, mama masih memandang dan tersenyum sekalipun terhalang oleh selang. Segera Tulang menghubungi dokter untuk memindahkan mama ke ICU, tetapi jawabannya yang diperoleh ruang ICU sudah penuh dan tidak memungkinkan memindahkan mama ke sana. Segera saya hubungi adik saya Pa Festus di Medan, karena hari sudah larut agak lama telephone tersambung, ketika tersambung segera saya katakan mama dalam keadaan kristis dan sekarang akan dipindahkan ke ICU dengan cemas dia menjawab ‘Gimana sich bang, mama ga apa-apa khan? Seharusnya di rumah sakit lebih bagus pengawasannya!’ saya bilang ‘ga tahu yang jelas sekarang mama mau coba dipindahkan kalian bantu doa aja’ Saya pun mengubungi istri di Serang dan mengatakan hal yang sama.

Selesai saya berbicara di telephone kami dikejutkan teriakan Rinci yang menangis minta pertolongan dokter segera karena melihat mata Namborunya yang seolah-olah sudah kosong. Segera kami berhamburan kembali ke dalam ruangan dan team dokter segera mengambil inisiatif mengganti selang oksigen dengan masker tetapi nafas mama tidak mengalami kemajuan tetap perlahan itu dapat dilihat lewat maskernya yang naik turun secara perlahan. Sekalipun begitu saya tetap berada disampingnya di terus membisikkan kata-kata penghuburan dan kekuatan, saya berdoa dan meminta mama untuk mengulangi doa saya dalam hatinya untuk menyerahkan hidupnya kepada Yesus, saya tahu mama masih bisa mendengar bisikkan saya sementara itu semua yang diruangan itu gaduh ada yang menangis dan ada yang terus berdoa. Saya segera pindah ke sisi kanan mama dan menelephon Pa Festus di Medan untuk berbicara kepada mama ‘Pa Festus mama sudah kritis dan mungkin ini kesempatan terakhir kalian untuk berbicara kepada mama, ngomong apa saja kasih tahu mama kalau kalian sayang sama dia minta maaf’ ‘Iya bang..iya’ ‘Sekarang saya taruh hanphonenya dikuping mama kalian bicara’ segera saya tempelkan hanphone itu di telinga mama dan mereka berbicara bergantian Pa Festus dan Mama Festus. Setelah itu saya telephone ke istriku Ruth dan melakukan yang sama, Ruthpun bicara kepada mama lewat hanphone yang saya tempelkan ke telinganya. Setelah itu mama semakin drop dan saya ke pinggir menjauh dari tempat tidur untuk memberikan dokter dan teamnya untuk memberikan pertolongan kepada mama…. Mereka lepaskan masker oksigen dan kemudian memompa jantung mama dengan tangan terus menerus kami semua hanya bisa pasrah dan berserah kepada Tuhan… akhirnya usaha dokter pun selesai ….. sekitar jam 00.45 dini hari Senin 29 September 2008 mama kami, opung kami, namboru kami dan ito kami tercinta dipanggil Tuhan kerumahNya yang kekal.

Pecahlah tangis Abang, Ros, Helga, Niko dan kami semua, segera saya memberitahukan hal itu ke Pa Festus dengan suara bergetar ‘Pa Festus…. Mama sudah dipanggil Tuhan segera kalian berangkat ke sini’ terdengar jawaban dari seberang telephone ‘Iya bang…. Kami pasti datang….’ Suara yang sayu dan tak berdaya terdengar darinya. Saya pun menghubungi Ruth, yang saya tahu terus berjaga-jaga dan meminta dia untuk segera pagi-pagi datang ke Pamulang ‘Papi baik-baik aja kan?’ tanyanya ‘Iya baik…’ sahut saya.

Saya tidak ingat kapan Tulang Lenteng dan Tulang Rempoa datang karena terfokus kepada mama, tapi saat itu mereka sudah ada dalam ruangan mendapati ito mereka yang sangat mereka cintai sudah pergi mendahului mereka kepada Tuhannya dan Juru Selamatnya.


SHS

Selasa, 16 September 2008

Liburan ke Bali -Lombok


Desember 2005 adik saya menelpon dan memberitahu ada tiket gratis Air Asia 'mau ke Bali ga? ' katanya, 'Gratis ??' apa ada jaman sekarang yang gratis.... pikir saya dan tapi karena dia menyakinkan bahwa itu benar ditambah pengalaman beberapa temannya akhirnya saya setuju dengan membayar sekitar 160rb berdua untuk terbang Agustus 2006. 160rb juga tercatat untuk administrasi dan pajak tapi 160ribu berdua bo... pulang-pergi jakarta bali kebayang ga? naik mobil aja ga akan mungkin segitu.




Waktu terus berlalu dan terus terang saya ga bisa berani ngomong ke orang lain karena yakin pasti banyak yang ga percaya lah saya sendiri ga percaya apalagi orang lain, begitu dekat bulan Agustus 2006 cuti diambil ga ngomong ke banyak orang takut nantinya ga jadi, tetapi udah persiapan cari info penginapan, info daerah yang akan dituju.

Harinya pun tibalah, titip mobil di bengkel teman, berangkatlah ke bandara pakai bus. Di bandara masih deg2x kalau ternyata harus bayar lagi, ternyata bener tiketnya segitu. Sebelum berangkat beberapa teman guyon 'Bener bayarnya segitu tapi turun nya nanti ditendang dari pesawat'.

Saya juga ga percaya sebelum saya bener2 di pesawat nyampe di Bandara Ngurah Rai. Tiba di Bali sudah malam langsung pesan mobil (taksi tidak resmi) bayar 50rb ke arthawan di Popies Lane II semalam tarifnya Rp.40.000,- Untuk tarif segitu lumayan kamar mandi dalam pakai fan dan bersih lokasi dekat tugu peringatan bom bali.




Besoknya menuju denpasar ke tempat saudaranya nyonya yang sudah lama tidak berjumpa di daerah Center Art. Oleh kemurahan hati mereka kami dipinjamkan motor selama ada Bali. Bagusnya sdh bikin SIM jadi kami selama di Bali, ke kuta, sanur, bahkan ke bedugul pakai motor... asiknya naik motor berduaan.... bener-bener asik. Di bali hampir tidak ketemu kontainer lalu lintas relatif aman dan sekalipun baru pertama kali muter2 Bali ga usah takut kesasar karena banyak petunjuk jalan yang jelas.


Dibali semua pengendara motor harus pakai helm bahkan banyak dijumpai orang yang masih tetap pakai ke di pasar, di tokok-toko ada juga yang pakai helm di restoran (gimana makannya nya.... oh rupanya pesennya dibungkus...)

Selain ke Bali hari ke tiga kami bulatkan hati nyebrang ke Lombok dengan tujuan Pulau Gili Trawangan. Pakai travel ke pelabuahan padang bae. Jadi nyebrang laut pakai fery terus berkendara sampai ke lembar dari lembar naik perahu motor kecil ke Gili Trawangan. Dalam romobongan cuma kami yang turis lokal selebihnya bule semua.
Suasana malam di Gili Trawangan sungguh berkesan rencananya mau makan di resto apa daya akhirnya makan nasi bungkus.. harganya bo.. mahal2 banget maklum saat itu sedang high season bagi orang bule jadi harganya disesuaikan dengan harga bule... seingat kami cuma kami yang lokal (ga ketemu lokal lain) Sayang waktu terbatas jadi cuma semalam di Gili besoknya langsung balik ke Lombok photo sebentar di Senggigi beach malamnya balik lagi ke Jakarta.
Jalan-jalan berdua sang kekasih yang tak terlupakan.

Pulau Gili Trawangan tempatnya bagus ingat film2 barat tentang pulau terpencil yang indah belum terjamah oleh polusi dan natural. Di sana tidak ada kendaraan bermotor. Nginap di satu penginapan 60.000 semalam

(bersambung)

Rabu, 10 September 2008

Helga 30 September




Helga namanya.. tetapi dia bukan orang Jerman ataupun Eropa dia orang asli Indonesia tetpatnya orang Batak.. (jangan malu ya Helga..) Buat sebagian besar bangsa Indonesia tanggal 30 September tercatat dengan tinta gelap atau mungkin merah karena sejak tahun 1965 tanggal tersebut selalu mengingatkan akan catatan kelam bangsa ini dengan peristiwa G30S PKI tetapi tidak bagi keluarga besar kami karena pada tanggal tersebut lahirlah seorang bayi perempuan mungil yang mengubah banyak hal dalam keluarga kami dan mengenang tanggal tersebut justru keluarlah ucapan syukur kepada Tuhan.

Nama papa mamanya berubah nama ompungnya (neneknya) juga berubah mereka berhak memakai lebel Bapak Helga, Mama Helga dan Opung Helga, kami pun sekarang mempunyai panggilan khas sebagai Bapak Uda, Inang Uda, Namboru dan Amagboru.

Ada saat-saat mengkhawatirkan ketika usia batita ketika kami merayakan Natal dia menderita sakit dan nyata pertolongan Tuhan ketika dia boleh melewatinya dengan baik.

Saat ini dia telah menginjak remaja dan perasaan bangga saya rasakan ketika dia mulai terjun dalam pelayanan sekolah minggu seperti Bapak dan Inang Udanya.

Tidak terasa dia sudah mulai remaja dari seorang anak kecil yang menjadi pengiring pengantin ketika saya menikah hingga sekarang sudah menjadi rekan pelayanan walaupun di gereja yang berbeda. Setiap ada kesempatan saya selalu melibatkan dia dalam pelayanan yang saya lakukan di sekolah minggu.

Besar harapan saya dia bisa bertumbuh dalam pengenalan akan Tuhan dan dapat mengalami kasih dan anugerah Tuhan Yesus dalam hidupnya. Teruslah melayani dan tetap semangat bukan karena ikut-ikutan tapi layanilah Tuhan dengan tulus percayalah jerih payahmu tidak akan sia-sia I Kor 15:58

Selamat Ulang Tahun Helga Tuhan memberkatimu

Selasa, 19 Agustus 2008

arisan keluarga

Orang Batak sudah dikenal dengan kegiatan arisan-nya, hampir di setiap keluarga batak umumnya hari libur baik itu hari Minggu atau Libur Nasional sering digunakan untuk ajang kumpul-kumpul sebagai bentuk silaturahmi atau supaya kita tetap di kenal oleh keluarga yang lain maklum hidup di desa berbeda dengan di kota. Salah satu cara untuk tetap kontak dengan yang lain ya arisan itu, jadi masalah uang dapat arisan atau tidak itu tujuan yang kesekian.

Jujur saja kadang-kadang kurang bisa menikmati hari libur, kalau orang lain tanggal merah itu bisa berleha-leha dan santai tapi buat saya kadang-kadang hari itu justru cape banget...(he.. he sori ya kalau ada yang marah) apalagi saya... dari serang banten harus bolak-balik ke Jakarta udah gitu buat saya yang pegawai rendahan... ongkosnya bo... makin terasa dach.

Tapi jujur.. senang juga bisa ketemu saudara/i yang tumbuh bersama waktu kecil sekarang udah pada berubah. Yang dulu kurus sekarang gendut, yang dulu gendut sekarang kurus, ditambah lagi masing-masing sudah repot diganggu para yuniornya.

Ada kerinduan besar di hati saya, semoga semua family, mama, abang, ito, lae, ponakan, semua tulang-nantulang, pariban dan anak-anak selalu sehat/bahagia/sukacita (walaupun tidak selalu sehat/tidak selalu sukses/tidak selalu seperti yang diinginkan) masing-masing tetap setia dan percaya Tuhan mengasihi mereka dan Tuhan punya yang rencana yang indah buat tiap pribadi

My profile




Banyak yang bilang saya orang Medan, padahal yach ampun daerah asal masih sangat jauh dari Medan. Memang untuk memudahkan mengenal jati diri kita sering disebut orang Batak=orang Medan, padahal jujur saya katakan saya bukan orang Medan walaupun sama-sama berasal dari Propinsi Sumatera Utara. Memang untuk memudahkan pembicaraan ataupun perkenalan sebutan orang Medan lebih cepat dimengerti. Dari pada lawan bicara menjadi bingung waktu saya berteru terang kalau saya bukan orang Medan.

Padahal tidak semua orang Batak itu dari Medan buktinya saya, orang sering menyebut saya orang Medan padahal tahu Medan aja enggak, ke Medan pun baru beberapa kali dihitung dengan jari satu tangan, itu juga cuma 1 atau 2 hari udah gede tahu kota Medan setelah umur mencapai kurang lebih 34 tahun.

Batin saya bilang saya ini 'BTL' Batak Tembak Langsung suatu ungkapan yang sering didengar sekitar tahun 1970-1980 an. Maksudnya orang Batak yang langsung ke kota besar Jakarta tanpa lewat Medan atau tanpa tahu kota besar sebelumnya.

Dari Medan sekitar 8 jam lagi, pokoknya masih jauh ... lewat gunung, lembah.. terus ..... akhirnya sampailah di sebuah kecamatan yang bernama 'Pakkat' tapi itu belum juga tiba dan masih terus lagi sampai di sebuah desa yang benar-benar desa. Desa itu bernama 'Sibongkare' Maaf kalau cari dipeta desa ini tidak akan diketemukan.

Walaupun saya lahir di Sibongkare tetapi sejak umur sekitar 1 tahun keluarga saya sudah hijrah ke Jakarta tepatnya di daerah Cipete Selatan. Masa kanak-kanak ada ditengah kampung Betawi di Jl. Bunga Rampai RT 11/03 Cipete Selatan.

Tahun 1970 an masih jarang ditemukan orang Batak di tengah kampung .... belum ada listrik belum ada jalan MHT (proyek Bang Ali). Waktu itu sebagian teras rumah kena bongkar untuk proyek MHT. Jadi kalau lagi berantem sama anak-anak lain sering mereka teriak.. 'oi ada orang batak, ada orang batak' aneh kali ya ? ngeliat orang batak. Sama juga kalau ada orang bule/asing mereka sering teriak 'oi ada orang asing ada orang bule'

Karena rumah kami di Bunga Rampai Cipete Selatan terletak paling pinggir berbatasan dengan sawah jadi suasana makan kami sangat berkesan, dari meja makan kami duduk bisa langsung melihat hamparan sawah, persis disamping meja makan ada 2 jendela besar tanpa teralis seukuran orang dewasa. Ini hal yang sulit dijumpai saat ini kecuali makan di restoran-restoran nuansa alam atau di vila daerah pegunungan, tapi sungguh waktu saya kecil saya mengalaminya di Jakarta.
Memang lama kelamaan karena pertambahan penduduk sawah tersebut telah berubah fungsi menjadi rumah kontrakan, di Cipete Cilandak hari gini masih ada sawah ga ya ?
Sekitar tahun 1983 keluarga kami pindah ke sebuah tempat di depan pasar inpres puri mutiara. Setiap kali hujan deras mengguyur maka di depan rumah kami akan tercipta sebuah rawa dan akan kembali mengering setelah hujan tidak lama turun. Rupanya ayah saya sengaja membeli tanah dan membangun rumah didaerah tersebut karena sudah mengetahui sebelumnya bahwa di depan rumah kami akan dibangun sebuah jalan besar yang kemudian dikenal dengan nama Jl. Arteri dan kemudian berubah menjadi Jl. P. Antasari, itulah sebabnya beliau bersedia tinggal di daerah rawa di samping pasar Inpres Puri Mutiara Cipete Cilandak Jakarta.

Sekarang tinggal di kota Serang ibu kota propinsi baru Banten.