Jumat, 28 November 2008

Tidak dijemput!!


Saya tersenyum ketika mendengar Niko sedih bercampur kesal karena tidak dijemput dari sekolah sehingga terpaksa dia jalan kaki dari sekolah ke rumahnya. Dalam perjalanan pulang saya sempatkan menghubungi Niko lewat telephone kakaknya Helga. ‘Halo Helga.. ada Niko ga?’ sahutku ‘Ada nih Bapa uda’ sambil menyerahkan telephone ke adiknya ‘Halo Ko.. katanya sedih waktu pulang kenapa..? ga dijemput ya’ Tanya saya ‘Halo… ga kok Cuma tadi ga dijemput papa’ sahutnya. Tetapi karena sinyal kurang bagus jawabannya terputus-putus dan tidak jelas dan saya putus komunikasinya, nanti dirumah dilanjutkan pikirku.

Sesampainya di rumah kembali saya menghubunginya, kami bercakap-cakap. Rupanya dia kesal karena sudah dijanjikan akan dijemput tapi ternyata tidak dijemput, dia sudah menunggu lama di sekolah sampai kawan-kawannya sudah pulang dan sekolah sudah sepi kok papa belum datang. Dalam percakapan itu saya tidak menyalahkan dia atau menegur dia dengan mengatakan ‘begitu aja kok nangis’ mungkin jika saya dalam posisi seperti dia dan seusia dia saya juga akan melakukan reaksi yang sama, kecuali kalau kita sudah dewasa dan masih berkelakuan seperti anak-anak baru itu tidak sehat dan tidak normal, masa orang dewasa tidak dikasih permen atau dibeliin balon masih ngambek dan menangis?. Kadang kita kurang adil dengan anak-anak. Kita merasa kesal dan marah ketika gara-gara sesuatu yang menurut kita sepele mereka menangis, merengek, ngambek dan berkelahi. Sesungguhnya kita pun akan melakukan hal yang sama seperti mereka ketika mainan kita diambil oleh kakak atau adik, tidak dibelikan balon dan lain-lain.

Saya pikir hal yang kita lakukan adalah memberikan pengertian bukan saja pada saat mereka merajuk akan tetapi lebih efektif pada saat mereka sedang senang dan tidak membuat masalah. Kita bisa mendiskusikan dan membicarakan hal-hal tertentu yang mereka bisa syukuri, terlalu sedikit saat ini orang tua yang menerapkan ajakan Firman Tuhan untuk mengajar anak-anak mereka ketika sedang berjalan, duduk, berbaring atau dalam kebersamaan. Orang tua hanya menyerahkan hal-hal seperti itu ke guru-guru di sekolah dan guru sekolah minggu mereka.

Sudah saatnya para orang tua memainkan peran yang lebih banyak untuk mengajar, membimbing, membina bahkan memberikan teladan tentang hidup yang bersyukur, bertanggung jawab dan khusunya pertumbuhan imannya kepada Allah. Akan tetapi bagaiman hal itu bisa dilakukan kalau orang tua saja tidak punya minat dan ketaatan dalam persekutuannya dengan Tuhan. Atau beranikah kita berdoa dan berharap agar anak-anak kita kelak mempunyai kualitas hidup seperti kita, mempunyai iman seperti kita atau barangkali berharap dan berdoa 'Janganlah seperti kami Tuhan karena kami tidak pantas untuk diteladani'. Ingatlah, contoh dan teladan yang terdekat yang bisa mereka lihat adalah orang mereka sendiri.

Saya senang karena setelah mendengar penjelasan dan alasan kenapa Niko tidak dijemput dia menjadi mengerti, memang kadang dibutuhkan kebijaksanaan untuk menepati janji, karena sering kali kita mengingkari janji yang satu untuk memenuhi janji yang lain. Kiranya Tuhan menolong kita untuk menjadi seseorang yang bisa menepati janji. Istri saya selalu berujar ‘Seperti Kristus dengan FirmanNya demikianlah seorang pria dengan perkataannya’


SHS

Tidak ada komentar: