Jumat, 01 Januari 2010

Tahun Baru 2010 (sebuah ungkapan hati)



Tulisan ini ditulis secara khusus ditulis untuk kel. besar Op. Sarmauli & orang-orang yangberminat untuk membacanya)


Dari kecil, kebiasaan itu sudah diperkenalkan. Saat semua kawan mengadakan acara tahun baru dengan pernak-perniknya saya dengan sangat terpaksa mengikuti acara keluarga. Duduk, menyanyi, berdoa hingga akhirnya tiba pada saat yang tidak mengenakkan. Satu persatu semua yang hadir diminta untuk menyampaikan isi hati, buat yang masih kecil mengucapkan selamat Tahun baru sudah dirasa cukup tapi yang sudah cukup besar dan beranjak remaja maupun dewasa kata-kata itu belum cukup.


Yach itulah suatu rutinitas yang biasa kami lakukan dan juga dilakukan oleh hampir semua orang batak pada malam tahun baru. Berkumpul bersama keluarga besar untuk saling mengkoreksi, menasehati dan mendoakan walau kadang kala saya merasakan acara tersebut kadang terasa berubah menjadi sebuah ajang menyalahkan, menyerang dan membanggakan pihak tertentu.


Waktu terus berlalu hingga saat ini tahun sudah berganti menjadi tahun 2010. Sesuai dengan bertambahnya usia dan status lajang menjadi berkeluarga, saya telah mengalami perubahaan pemikiran tentang pentingnya kebersamaan di malam tahun baru. Lebih penting dan bermakna dibandingkan dengan gemerlapnya acara tahun baru di hotel berbintang maupun sekedar bakar-bakar ikan ataupun aktifitas yang lain. Keluarga besar kami bertambah seiring dengan semakin banyaknya lae dan pariban yang berkeluarga sehingga masing-masing mempunyai acara tersendiri.


Kepergian mama ditahun 2009 cukup merubah situasi, biasanya mama menjadi pihak yang paling bersemangat, mengingatkan dan mengkordinir kami untuk bertahun baru bersama dan melakukan tradisi yang dahulu saya anggap kuno dan membosankan tetapi sekarang menjadi waktu-waktu yang sangat istimewa bisa betatap muka dengan orang-orang yang saya kasihi, saling menguatkan, menghibur dan mendoakan. Dahulu sungut-sungut, sekarang saya lebih mengerti arti air mata suka cita dan keharuan.


Adakah saya mengalami kemunduran karena memandang penting arti acara tahun baru model seperti itu ataukah saya mengalami kemajuan karena bisa menghargai kebersamaan dan nilai-nilai penting yang terkandung di dalamnya ?


Selama mama masih ada hampir tidak pernah kami melewati malam tahun baru tanpa kebersamaan. Saat ini saya bersyukur karena abang menjadi pengganti yang pas untuk memimpin acara tersebut. Tahun 2009 yang lalu sekalipun keluarga Festus tidak bisa bersama karena tinggal di Medan dan Ito sudah berkeluarga sehingga ber-tahun baru dengan keluarga besar lae, abang dan keluarga minus kakak sedang menjaga Tulang di Tebing yang sedang sakit, kami berkumpul bertahun baru di Serang Banten.


Tahun ini 2010, abang sekeluarga (Abang, kakak, Helga dan Niko) bertahun baru di Tebing Tinggi, kel Festus di Medan, kel Raphael di Pamulang dan kami di Serang. Sekalipun demikian saya sungguh bersyukur karena Lae, Ito dan Raphael (bere-ku) bermalam dan ber-Natal di tempat kami.


Hari itu 31 Desember 2009, saat pulang dari kantor saya mendapati terompet tahun baru yang pagi itu dibeli oleh istriku, “Buat dibunyiin nanti malam” sahutnya dengan antusias. Saya hanya terseyum mendengar ucapannya. Setelah mandi dan berkemas saya berangkat ke pabrik untuk mengikuti acara tahun baru (setelah meminta ijin untuk tidak bisa hadir di pertemuan pelayan gereja, tahun depan saya harus mengikutinya).


Tiba kembali dirumah suasana sepi terasa sekali tahun baru kali ini, tidak ada orang tua, tidak ada abang, adik, ito dan anak-anak/bere. Tapi saya memuji Tuhan karena ada seorang istri yang menemani dan penyertaan Tuhan yang nyata dan saya beryukur sekalipun istri saya bukan datang dari suku batak yang tidak terbiasa dengan tradisi 'kuno' tersebut.


Dia mengingatkan untuk berjaga sampai waktu menjelang pukul 00:00. Akhirnya sekalipun kami hanya berdua, lagu pujian. pengakuan dosa, ucapan syukur dan doa-doa tetap kami naikkan dan tentu saja tak terlewatkan ritual mandokk hata antar kami berdua tetap berjalan. Puji Tuhan.


Teringat acara sejenis dari tahun ke tahun yang pernah saya ikuti bersama dengan seluruh keluarga besar hingga saat ini hal itu sulit terwujud lagi, terucap di doa kiranya kami masing-masing tetap saling mengasihi dan tinggal di dalam kasihNya.


Selamat Tahun baru Abang Pa Helga, kakak Mama Helga, Helga, Niko, Pa Festus, Mama Festus, Festus, Lae Pa Raphael, Ito Mama Raphael, Raphael, Kel. Tulang Rempoa, Kel Tulang Lenteng, Kel Tulang Rinci, Kel. Tulang Boni, Lae dan pariban. Mudah-mudahan di tahun baru 2010 bukan hanya slogan di bibir bahwa kita memaafkan tapi juga di tindakan nyata. Lupakan segala ego dan harga diri biarlah kita menyadari kita tidak lebih dari orang lain dan kita juga orang yang penuh dengan kekurangan. Kita seperti sekarang ini hanya oleh karena kemurahan dan kebaikan Tuhan bukan karena kita mampu atau kita lebih baik dan lebih kita lebih dari yang lain.

Segala kemuliaan bagi Allah dalam Kristus Tuhan.


Selamat Natal 2009 & Tahun baru 2010