Senin, 15 Desember 2008

Lebih dari Pemenang


Hari ini Senin 01 Desember 2008 saya membaca kisah seorang atlet olimpiade, seorang missionaris yang menjadi teladan yaitu Eric Liddel. Teladan yang saya peroleh adalah tentang integritas seorang hamba, seorang pelayan. Tentu tidak mudah baginya untuk melewati masa-masa yang dia harus dijalani baik ketika harus memilih antara prestasi olimpiade, berbakti kepada negara/kerajaan Inggris, berbakti kepada Raja Inggris, menyenangkan hati masyarakat banyak atau menyenangkan hati Tuhan kala itu dan hidup dalam pelayanan misi dan menghabiskan sisa hidupnya di camp tahanan Jepang pada perang dunia II.

Tetapi setelah saya melanjutkan membaca sebagian kisah hidupnya, saya mendapat kesan yang kuat bahwa dia mampu mengatasi semua pergulatan batinnya karena ternyata dia mempunyai kebiasaan yang luar biasa yaitu bersekutu secara pribadi dengan Tuhan baik melalui doa maupun Firman. Tentulah lewat kebiasaan yang dilakukan itulah dia mendapatkan kekuatan dan damai sejahtera yang melampaui segala akal dan pikirannya.

Jika saya ada dalam peristiwa dan masa itu mungkin saya juga akan menyesali keputusan Eric Liddel atau mungkin mendakwa dia sebagai seorang yang fanatic dan tidak pakai otak, bagaimana mungkin hanya karena tidak mau berlari/bertanding di hari Minggu dengan alasan mau beribadah sebuah kesempatan yang besar dan langka di lewatkan begitu saja, ini bukan pertandingan kota/propinsi atau nasional tetapi Olimpiade. Di mana segala kemasyuran dan kesuksesan bisa diraih, tentu untuk menhadapi event besar itu dia telah lama berlatih dengan keras dan melewati semua dengan banyak pengorbanan. Akan tetapi ketika semua itu siap untuk diraih dia memilih untuk tidak mengikuti pertandingan lari 100 M, edan.. ini sungguh edan.

Tetapi kemudian Allah yang dia kasihi dan layani memang luar biasa, keyakinan dan harga yang dia bayar mendapatkan balasan yang setimpal. Dia tetap menjadi bagian dari medali emas olimpiade lewat estafet 400M. Bahkan kemudian saya mendapati dedikasi dan tujuan hidupnya lebih nyata lagi ketika dia menyerahkan dirinya secara bulat kepada Tuhan lewat pelayanan misi yang di kerjakan di Cina. Begitu juga dengan pilihan hidupnya melayani menjadi garam dan terang di camp penjajahan Jepang ketika itu hingga akhir hidupnya.

Memang sejarah tidak mencatat dia sebagai pemenang medali emas lari 100M di Olimpade Paris 1924 akan tetapi saya yakin dia telah mengajarkan kepada kita bahwa dia telah memenangkan pertandingan iman dan dia mendapatkan pengakuan ‘Eric Liddel adalah seorang yang menang bahkan lebih daripada pemenang’
Pilihan yang sulit akan tetapi menjadi mudah ketika dia setia dalam persekutuan pribadi bersama dengan Tuhan yang dia kasihi dan layani yaitu Kristus.

Kiranya Tuhan Yesus menolong kita untuk sungguh-sungguh tampil sebagai orang yang lebih dari pemenang dan bukan sekedar sebuah nyanyian yang dinyanyikan dengan mulut kita tapi tanpa hati dan perbuatan.


SHS

1 komentar:

Festus mengatakan...

Paktua,Fey sudah baca.Bagus kok.