Senin, 06 Oktober 2008

Mama tercinta

Hari Rabu di Serang turun hujan yang cukup deras setelah beberapa lamanya tidak turun hujan dan istriku Ruth berkata ‘Telephone inang hujan ga disana’ memang Ruth ini sering ngobrol lewat telephone dengan mama (mertuanya) kadang sampai 1 jam bahkan lebih. Kalau mereka sedang ngobrol (entah apa yang dibicarakan) hati saya senang sekali karena istriku tanpa saya suruh mau menelephone mama, terlebih setelah ito ku menikah dan mama tinggal sendiri di pamulang, diakhir percakapan mereka, mama bilang terima kasih yach.. sudah mau nelephone. Saya bilang ke Ruth ‘Besok saya telephone ke mama’. Buat mama telephone saja sudah sangat berarti karena dia maklum jarak kami tidak terlalu dekat walaupun hanya bisa ditempuh dalam 2 jam perjalanan. Dalam beberapa kesempatan mama menyempatkan diri untuk datang dan menginap di rumah kami.

Saking inginnya dia tetap dekat di hati anak-anaknya ketika saya ingin merekam suaranya sebagai nada panggil pribadi kalau dia menelephone dia mengatakan sesuatu yang sangat menyentuh dan dalam artinya. Waktu itu saya bilang ke mama ‘Ayo ma ngomong apa aja untuk saya rekam ke HP, jadi nanti kalau mama nelphone saya yang bunyi suara mama !’ tanpa di ajarin dan dikasih contoh mama langsung ngomong untuk direkam ‘Nga lupa ho sape na mar mama-i dang di ingot ho pe be au ?’ yang kurang lebih artinya ‘Sudah lupa kau sape punya mama ga diingat lagi aku ?’ Itulah perasaan dan isi hati mama buat saya. Jadi setiap kali mama nelpon suara itulah yang terdengar di HP saya dan langsung saya jawab ‘Nga lupa ma, nga lupa’

Memang akhir akhir ini kami lebih sering menelephone mama, bahkan saya sempat berkelakar dengan seorang kawan, kalau saya hampir seperti pacaran dengan mama karena hampir setiap hari atau minimal 2 hari sekali saya ngobrol dengannya lewat telephone. Bahkan dalam satu hari kami bisa ngobrol berkali kali entah itu saya saya menghubungi beliau atau beliau yang menghubungi saya.

Menjelang libur lebaran ini kami (saya dan mama) punya rencana untuk pergi berlibur dengan keluarga abang dan keluarga ito saya Rosmina kalau kelurga adik saya Pa Festus memang tidak mungkin ikut karena mereka ada di Medan. Kami, ditambah Ros sibuk mengatur rencana mengenai liburan, baik itu dana, hari keberangkatan, tempat dan acaranya termasuk merayu abang dan kakak untuk ikut liburan bersama karena menurut kami liburan ke Lembang ga jadi kalau mereka tidak ikut. Jadi alangkah senangnya kami mempersiapkan seluruh rencana itu.

Hari Kamis 25 September 2008 sebelum saya telephone ternyata mama telephone ke saya dan kasih tahu sudah beberapa hari ini ga bisa tidur dan perutnya terasa sakit sekali, seperti yang biasa saya katakan dalam banyak kesempatan baik itu lewat telephone maupun waktu tatap muka saya selalu berusaha untuk menguatkan mama. Waktu itu saya bilang sama mama ‘Ma seandainya waktu mama sudah habis mama siap ga?’ Memang kadang-kadang mama jawab siap kadang belum Mama bilang ‘Belum siap’ saya ngomong ‘Emang apa lagi yang mama pikirkan anak-anak semua baik, Ros sudah menikah’ Mama menjawab ‘Ito mu itu si Ros tu dia imana mang alu-alu (Ito mu kemana dia mengadu)’ saya katakana ‘Kan ada kami abang-abangnya’ lagi sahut mama ‘Asing do bolo mang alu-alu to au dohot tu hamu (beda lach kalau mengadu ke aku dengan ke kamu atau kalian’ saya jawab lagi ‘Ma emangnya mama mau berapa lama lagi lagi pula percayalah sama kami atau ka nada Tuhan yang menjaga dia, biarin aja dia mengadu dan berharap kepada Tuhan. Tuhan pasti jaga dia dan kami jadi ga usah kuatir dan percayalah Tuhan itu baik, jadi gimana ma kalau waktunya Tuhan datang mama siap ga?’ dan jawabanya mama melegakan saya ketika mama bilang ‘ Ya sudah saya siap’ kemudian saya mengajak mama untuk berdoa bersama melalui telephone menyerahkan hidup kami khususnya mama.

Besoknya saya telephone lagi dan mama kasih tahu sudah baikan, beberapa waktu kemudian saya telephone dan mama sedang istirahat abang Pa Helga yang menjawab katanya ‘Mama lagi istirahat sengaja aku yang pegang HP nya supaya mama tidak terganggu’. Abang juga kasih tahu sudah dibawa ke dokter dan minta saya datang hari sabtu 27 September 2008 untuk nengok mama.

Hari Jumat siang mama minta abang untuk menghubungi saya supaya berdoa sama-sama, saat itu saya sedang audit barang di pabrik Nike, kami berdoa via telephone dan hati saya kurang enak menjalankan tugas untuk audit barang karena pikiran saya dipenuhi oleh keadaan mama yang sedang sakit dan sesampainya di rumah saya beritahu istri dan kami berdoa bersama.

Sabtu 27 September 2007 adalah hari libur pertama dalam masa libur lebaran saya bangun agak siap dan langsung membereskan rumah dan bantu Ruth cuci pakaian kemudian saya telephone ke pamulang, yang ngangkat lae Silitonga, rupanya mereka nginap di rumah mama ‘Mama lagi istirahat dan Ros lagi nyuci baju katanya’ Kemudian saya bicara sama mama dan mama minta saya datang saat itu saya menawar kalau mama masih belum terlalu sakit saya datangnya hari Rabu aja (sekalian ulang tahun Helga) tapi kemudian Ros bilang mama mau dibawa ke RS Fatmawati.

Ruth (penolongku dan istriku) langsung menyediakan pakaian untuk bermalam satu hari dan katakan ‘Pi nginap aja di Pamulang tapi kita ke Cilegon sebentar ya..’ Kami ke Cilegon kemudian dari sana setelah mengantar Ruth pulang lagi ke BSD saya langsung masuk tol kopasus menuju Pamulang sendirian.

Sepanjang jalan hati saya terus berharap supaya semua baik-baik saja dan menyerahkan keadaan mama ke dalam tangan Tuhan, karena HP belum bisa dipakai (Esia GoGo belum aktif saya tidak bisa komunikasi mengikuti perkembangan) saya langsung ke Vila Pamulang ternyata rumah kosong saya lanjut ke rumah Helga di sana pun ternyata mama sudah dibawa ke RS Fatmawati kata Anto (anak buah abang yang bekerja disitu). Untuk menghemat waktu dan menghindari kemacetan saya parkir mobil disitu dan pinjam motor abang ke RS.

Kurang lebih jam 14.00 saya tiba di RS, di tempat parikir ketemu dengan Ros dan lae yang juga akan kerumah abangnya yang sedng sakit, kemudian saya dan Ros langsung ke UGD dan mendapati Abang Pa Helga besama mama yang sedang berbaring di tempat tidur dorong menunggu hasil pemeriksaan. Pa Helga bilang ‘temenin mama dulu saya mau istirahat diluar!’.


‘Gimana ma?’ kata saya ‘Sakit banget perutku’ sahutnya kemudian kami ngobrol yang ringan-ringan. Beberapa kali mama menggeserkan badannya menghadap ke kiri dan kemudian menghadap ke kanan karena kalau terlentang mama tidak bisa, sakit sekali katanya. Dengan bantal guling yang ada saya menjaga mama dan memijat mijat kakinya sambil bercakap-cakap. Mama belum pernah di rawat di rawat inap dan saat itu dia minta ‘Urus dulu kamar biar di rawat inap mama, kalau bisa kelas II aja’ saya bilang ‘Tunggu dulu ma, hasil pemeriksaan dokter’ setelah beberapa lama dan diagnosa sementara : asam lambung mama terlalu tinggi kata dokter jaga, kemudian abang di panggil untuk mengurus kepindahan mama dari UGD ke ruang perawatan. Pa Helga segera mengurus dan saya terus menemani mama di ruangan UGD itu, sekitar jam 6 sore barulah kami pindah ke kamar kelas I di IRNA teratai kamar 507 lantai 5.

Kamar 507 kelas I ada dua tempat tidur dan menurut suster pasien yang satunya itu sudah pulang dengan alasan mau berlebaran di rumah. Sambil bercana mama juga bilang besok aja kita pulang bilang aja mau lebaran di rumah aku dokter, saya bilang mana bisa besok mama pulang kan besok hari minggu administrasinya libur. Karena tidak ada pasien di tempat tidur yang satu lagi kami bisa dengan lebih leluasa menemani dan menjaga mama di kamar itu.

Beberapa saat setelah membereskan kamar dan mengenakan pampress supaya mama bisa buang air tanpa pispot datanglah Nantulang Lenteng, Dody dan Inang bao boru Lubis menjenguk dengan membawa nangka (kemudian di bawa pulang oleh abang) mereka juga habis menjeguk keluarga di rumah sakit yang lain. Pada saat itu mama masih bisa bercakap-cakap dan bersenda gurau dengan kami dan Nantulang, Dody dan Inang bao. Setelah cukup lama mereka disitu mereka pun pamit pulang dan berharap supaya mama cepat sembuh. Dalam keadaan yang biasa tinggallah kami berempat, mama, saya, Ros dan Abang Pa Helga. Kemudian Pa Helga kasih tahu kalau saya dan Ros nginap nemenin mama dia mau pulang dan besok gantian saya pulang dia jaga mama. Sebelum Abang Pa Helga pulang kami berempat berdoa bersama menyerahkan mama dan memohon kesembuhan buat mama. Sepanjang malam saya dengan Ros bergantian berjaga-jaga menemani mama dan memberikan minum.

Minggu 28 September 2008 sekitar jam 5 pagi ito saya Ros mulai bertanya-tanya kenapa mama belum buang air kecil sepanjang hari sabtu hingga minggu pagi ini, kami kemudian kasih tahu mama kalau mau buang air ga usah ragu kan sudah pakai pampers tapi mama bilang ga bisa. Akhirnya pampers kami lepas, sebelum sarapan pagi diberikan oleh petugas RS tiba-tiba mama bilang mau ke kamar mandi karena ingin buang air kecil, segera kami meolong mama untuk turun dari tempat tidur dan memapahnya ke kamar mandi. Saya memapahnya dan Ros yang membantu mama untuk membersihkannya di kamar mandi. Pagi itu mama sudah mau sarapan walaupun tidak habis, saya memberikan mama makanan dengan menyuapinya.

Kira-kira hari menjelang siang kembali mama minta ke kamar mandi karena mau buang air kecil, dan karena agak kurang cepat ke kamar mandi, mama bilang sudah tidak tahan untuk pipis saya bilang uda ga apa pipis dilantai saja sembari berjalan dan sekalian mama buang air besar walaupun cair. Di saat-saat seperti itu kami dengan senang hati menemani mama dan merawatnya... 'Ma apa yang kami lakukan ini ga seberapa dibandingkan apa yang mama perbuat buat kami mulai dari kandungan hingga kami sebesar ini' itulah hati kecil saya yang berbicara.

Segera saya ngepel lantai supaya bersih sementara Ros membantu mama dikamar mandi untuk membersihkan diri dan ganti daster. Pada saat itu mama sempat bisa duduk disofa beberapa saat sebelum berbaring ditempat tidur untuk saya suapi makanan. Setelah selesai makan mama kembali berbaring, kami banyak bercerita dan bernostalgia sementara mendengar dan sambil tersenyum sesekali mama menjawab.

Kemudian Tulang dan Nantulang Rempoa datang dan disusul oleh Indra dan Inang Bao br. Rea. Di saat itu mama juga kelihatan senang karena di tengok oleh eda dan itonya. Sempat Nantulang bercanda 'Eda cepat sembuh yach supaya kita bisa ke Sibolga lagi karena Dohar mau kawin' Mama menjawab 'Andigan ? ' Nantulang menjawab kalau ia hanya bercanda saja. Mereka masih menemani mama dan berbincang-bincang dengan akrab, setelah beberapa lama merekapun pamit.

Waktu terus berjalan tanpa menunjukkan sesuatu yang mengkhawatirkan dan beberapa kali Abang Pak Helga menghubungi kami untuk memantau keadaan mama dan mengingatkan beberapa hal supaya mama minum dan mau makan begitu juga dengan Ruth istriku beberapa kali menghubungi untuk mengetahui perkembangan.


Saat-saat seperti itu biasanya memang kalau saya nginap di rumah mama atau dalam kesempatan bertemu dan menemani mama kami sering ngobrol atau dalam bahasa batak 'marnonang' dan sesekali saya mengigatkan mama bahwa Tuhan itu sangat baik yang telah memberkati mama dengan limpahnya dan memelihara kami semua termasuk mama.

Kami bernostalgia tentang masa kecil kami dan mengingatkan betapa bersyukurnya kami atas pemeliharaan Tuhan lewat mama, kami juga bercerita mengenang saya dan pa Festus ketika menemani ayah kami di Bangka. Ketika itu dengan bapak harus menjalankan tugasnya sebagai kepala sekolah dengan menginap di ruang kepala sekolah yang sebagian kantor tersebut ditutup dan dibuatkan kamar darurat untuk tempat kami menginap. Pagi-pagi buta kami harus mendahului mandi di samping lapangan upacara sebelum para siswa datang ke sekolah dan setelah itu kami berangkat ke sekolah yang cukup jauh ditempuh dengan berjalan kaki. Pernah suatu kali saking takutnya adik saya (pa Festus) ingin buang ari kecil dimalam hari dia tidak berani keluar ruangan harus buang kecil di ember... ha...ha.... Mendengar saya dan Ros bercerita mama tersenyum. Senang sekali melihat mama masih bisa tersenyum walaupun harus terbaring lemah di tempat tidur.


Sesekali saya harus mengecek kabel infus yang kadang-kadang infus tidak berjalan dengan baik
karena mama selalu berubah posisi tidur, kadang ke kiri kadang ke kanan karena kalau dalam posisi yang sama terlalu lama dia merasa bosan dan punggungnya terasa panas, yach memang mama bilang 'Aku ga bisa tidur terlentang sakit.. sekali rasanya jadi harus bolak-balik terus' itulah sebabnya saya harus selalu memindahkan infus ke tiang sebelah kiri atau kanan agar kabel infus yang tidak terlalu panjang tidak mengganggu gerakan mama kalau hendak ganti posisi tidur.

Ketika saya kembali dari beli makan siang, Ros cerita bahwa adik saya Pa Festus dan keluarga barusan berbicara dengan mama via telephone dan mama baik-baik saja.


Tetapi menjelang jam 15.00 sore saya mulai gelisah karena mama harus sebentar-sebentar membuang ludah padahal sebelumnya mama tidak punya masalah dengan itu, jadi saya harus selalu stanby untu mempersiapkan plastik untuk mama membuang ludahnya dan sekali muntah dan muntahannya berwarna coklat, saya suruh Ros untuk membeli kantong plastik lebih banyak lagi, ini berlangsung terus menerus hampir tiap lima menit sekali kadang hanya ingin meludah saja tapi kadang juga muntah karena mual. Saya segera menghubungi suster untuk masalah ini dan suster memberikan bantuan dengan obat anti mual dengan cara disuntikkan ke kabel infus, tetapi menurut hemat saya inipun tidak banyak membantu karena mama masih membuang ludah atau memuntahkan cairan coklat.


Menjelang Sore kembali saya suapi mama untuk makan dan sambil bercanda saya bilang ke mama 'Tinggal satu lagi sebenarnya yang ditunggu mama untuk menjenguk siapa lagi kalau bukan Tulang Rinci, pasti kalau Tulang Rinci datang mama senang' maklum kel. tulang Lenteng sudah datang, kel. tulang Rempoa sudah datang tinggal kel. tulang Rinci yang belum (kalau ito nya yang terakhir tinggal si Sibolga kemungkinan besar tidak bisa datang). Mama kembali tersenyum meng-iyakan tanda setuju.

Baru saja Ros ke kamar mandi tiba-tiba pintu kamar terbuka dan sungguh yang ditunggu-tunggu mama muncul yaitu tulang-nantulang Rinci dan keluarga langsung saya berucap 'Nah ini dia yang ditunggu-tunggu datang, pas banget tulang kami lagi membicarakan tulang' selepas saya berkata demikian keluarlah Ros dari kamar mandi dia juga mengatakan 'Nah ini tulang udah datang baru aja diomongin'

Tulang, nantulang kel. Sinurat-Rinci, Nancy dan pasukan kecilnya langsung menyapa mama dengan ramainya, mama kelihatan senang sekali menyambut kedatangan mereka kemudian tulang bertanya 'Gimana Ito' mama menjawab 'Sahit hian ito dang boi hu tahan'

Semua kumpul diruangan tersebut dan tak lama kemudian muncullah abang Pa Helga sekeluarga (abang-kakak-Helga dan Niko) ruangan pun teras sempit dengan kehadiran semua tapi beruntung memang tidak ada pasien disitu kecuali mama sehingga kami semua bisa dengan leluasa berbicara dan bercengkrama.

Abang membawa sate padang yang kemudian saya, Helga dan Niko menyantapnya. Setelah beberapa lama keluarga Tulang ada disitu merekapun pamit pulang dan berharap mama cepat sembuh.

Setelah mereka pulang tinggallah kami sekeluarga ada disitu sambil terus melayani mama saya dan abang memijit kakinya mengipas-ngipas punggungnya yang panas secara bergantian.
Selanjutnya saya, Ros dan abang berunding karena mama sekarang sering meludah dan muntah mengeluarkan cairan yang berwarna agak kecoklatan kemudian abang menghubungi dokter jaga, entah apa yang mereka bicarakan di ruangan suster tapi yang saya tahu setelah itu dokter jaga datang ke kamar dan memeriksa keadaan mama sambil bertanya apakah mama pernah menderita lever ‘Tidak pernha sahut kami’ sebelumnya dan setahu kami mama belum pernah menderita penyakit tersebut.

Kemudian suster memberikan obat lagi dengan menyuntikkan obat lewat selang infuse, pada saat itu terlihat mama mulai turun kondisinya. Saat itu juga saya memberitahukan bahwa mama tidak buang air kecil seperti yang sudah dan dokter menyarankan untuk mengenakan ‘kateter’ abang setuju. Dokter kemudian memutuskan untuk memeriksa darah mama untuk di bawa ke laboratorium, setelah beberapa cc darah mama diambil untuk diperiksa segera saya dengan ditemani niko pergi ke laboraturium 24 jam dekat ruang UGD. Kami menunggu hasil lab hingga selesai dan tak berapa lama hasilpun selesai, saya dan Niko segera kembali ke ruangan untuk menyerahkan hasil pemeriksaaan darah itu ke dokter, saya tidak tahu hasilnya apakah baik atau tidak.

Sekembalinya kami dari laboratorium mama sudah mulai kelihatan turun terus kondisinya dan saya terkejut karena sudah mendapati mama tidak lagi mengenakan satu botol infuse tetapi tiga, dua melalui tangan dan satu melalui kaki (tapi kekaki tidak jadi dikenakan), abang Pa Helga sesaat istirahat dan saya tetap ada disampingnya, hati saya campur aduk dan dalam keadaan seperti itu mama masih sempat memperhatikan saya dan bertanya sambil memandang kepada saya dengan lembut ‘Pe kamu ga pulang ini sudah hampir jam 12 malam ?’ hati saya terharu mendengar, dalam keadaan seperti itu mama tetap menaruh perhatian yang besar kepada saya, mama mengkhawatirkan saya karena waktu sudah larut malam sedangkan perjalanan masih jauh dan tentu dia tahu saya sudah cape. Sayapun menjawb ‘Ya engga lah ma saya disini aja yang penting mama cepat sembuh Ruth juga sudah tahu dan dia bilang ga apa-apa’.

Kemudian dia bicara kepada kakak mama Helga yang saat itu ada disampingnya untuk membagikan semua perhiasan mama yang ada dititipkan ke-kakak untuk dibagikan. Kakak pun menjawab ‘Udah Inang ga usah dipikirin dulu’ sambil membesarkan hati mama. Luar biasa pada saat-saat seperti itu mama dengan tenang dan penuh perhatian terus memberikan pesan-pesan terakhirnya, lalu dia bicara lagi ‘Borju borju hamu mar-ito da..’ saya menjawab ‘Ga usah kuatir ma’ dia bicara lagi ‘Songoni tu tulangmu’, ‘Iya ma’ sahutku. Semua kalimat yang diucapkan mama sangat jelas dan tidak terbata-bata dan itu tidak diulangi lagi, kemudian satu kata terakhir lagi juga ditujukan kepada saya.

Terus kondisi mama memburuk dan abang Pa Helga menghubungi Tulang Rinci yang belum lama berselang pulang untuk segera kembali ke RS Fatmawati begitu juga dengan Tulang Rempoa dan Tulang Lenteng. Sambil terus berharap kepada Tuhan semua ada dalam pemeliharaanNya saya tetap berada disisi mama sambil terus membisikkan kata-kata kekuatan dan penghiburan untuk tetap bersyukur dan berserah kepada Yesus. Saat itu mama sudah tidak lagi berbicara hanya memandang kepada kami….

Paramedis kami hubungi dan segera mengambil tindakan untuk memasukkan selang ke dalam tubuh mama melalui tenggorokannya untuk mengeluarkan cairan y ang ada didalam tubuhnya, sementara mereka memasukkan selang itu kami kasih tahu mama supaya melakuakan apa kata dokter. ‘Bu kalau nanti selangnya dimasukkan kemulut ibu biarin aja jalangan di lawan ya..’ Pelan-pelang selang itu dimasukkan ‘Nah sekarang lakukan gerakan seperti nelan ya bu..’ ‘Iya mam sekarang seperti nelan ma’ sahutku memberitahukan kepada mama dan mama mengikuti sehingga dengan mudah selang tersebut bisa masuk dan keluarlah cairan berwarna coklat melalui selang tersebut… dalam hati kecil saya yang tidak mengerti terbersit perasaan lega karena ada kemajuan pikirku setelah cairan itu keluar.

Praktis sejak selang itu masuk kedalam perut mama lewat kerongkongannya mama tidak lagi berbicara. Segera Tulang Rinci dan seluruh keluarga termasuk Riancy dan calon suaminya, datang langsung tulang suruh dia dan calon suaminya untuk menyalami namborunya, mama masih memandang dan tersenyum sekalipun terhalang oleh selang. Segera Tulang menghubungi dokter untuk memindahkan mama ke ICU, tetapi jawabannya yang diperoleh ruang ICU sudah penuh dan tidak memungkinkan memindahkan mama ke sana. Segera saya hubungi adik saya Pa Festus di Medan, karena hari sudah larut agak lama telephone tersambung, ketika tersambung segera saya katakan mama dalam keadaan kristis dan sekarang akan dipindahkan ke ICU dengan cemas dia menjawab ‘Gimana sich bang, mama ga apa-apa khan? Seharusnya di rumah sakit lebih bagus pengawasannya!’ saya bilang ‘ga tahu yang jelas sekarang mama mau coba dipindahkan kalian bantu doa aja’ Saya pun mengubungi istri di Serang dan mengatakan hal yang sama.

Selesai saya berbicara di telephone kami dikejutkan teriakan Rinci yang menangis minta pertolongan dokter segera karena melihat mata Namborunya yang seolah-olah sudah kosong. Segera kami berhamburan kembali ke dalam ruangan dan team dokter segera mengambil inisiatif mengganti selang oksigen dengan masker tetapi nafas mama tidak mengalami kemajuan tetap perlahan itu dapat dilihat lewat maskernya yang naik turun secara perlahan. Sekalipun begitu saya tetap berada disampingnya di terus membisikkan kata-kata penghuburan dan kekuatan, saya berdoa dan meminta mama untuk mengulangi doa saya dalam hatinya untuk menyerahkan hidupnya kepada Yesus, saya tahu mama masih bisa mendengar bisikkan saya sementara itu semua yang diruangan itu gaduh ada yang menangis dan ada yang terus berdoa. Saya segera pindah ke sisi kanan mama dan menelephon Pa Festus di Medan untuk berbicara kepada mama ‘Pa Festus mama sudah kritis dan mungkin ini kesempatan terakhir kalian untuk berbicara kepada mama, ngomong apa saja kasih tahu mama kalau kalian sayang sama dia minta maaf’ ‘Iya bang..iya’ ‘Sekarang saya taruh hanphonenya dikuping mama kalian bicara’ segera saya tempelkan hanphone itu di telinga mama dan mereka berbicara bergantian Pa Festus dan Mama Festus. Setelah itu saya telephone ke istriku Ruth dan melakukan yang sama, Ruthpun bicara kepada mama lewat hanphone yang saya tempelkan ke telinganya. Setelah itu mama semakin drop dan saya ke pinggir menjauh dari tempat tidur untuk memberikan dokter dan teamnya untuk memberikan pertolongan kepada mama…. Mereka lepaskan masker oksigen dan kemudian memompa jantung mama dengan tangan terus menerus kami semua hanya bisa pasrah dan berserah kepada Tuhan… akhirnya usaha dokter pun selesai ….. sekitar jam 00.45 dini hari Senin 29 September 2008 mama kami, opung kami, namboru kami dan ito kami tercinta dipanggil Tuhan kerumahNya yang kekal.

Pecahlah tangis Abang, Ros, Helga, Niko dan kami semua, segera saya memberitahukan hal itu ke Pa Festus dengan suara bergetar ‘Pa Festus…. Mama sudah dipanggil Tuhan segera kalian berangkat ke sini’ terdengar jawaban dari seberang telephone ‘Iya bang…. Kami pasti datang….’ Suara yang sayu dan tak berdaya terdengar darinya. Saya pun menghubungi Ruth, yang saya tahu terus berjaga-jaga dan meminta dia untuk segera pagi-pagi datang ke Pamulang ‘Papi baik-baik aja kan?’ tanyanya ‘Iya baik…’ sahut saya.

Saya tidak ingat kapan Tulang Lenteng dan Tulang Rempoa datang karena terfokus kepada mama, tapi saat itu mereka sudah ada dalam ruangan mendapati ito mereka yang sangat mereka cintai sudah pergi mendahului mereka kepada Tuhannya dan Juru Selamatnya.


SHS

2 komentar:

Anonim mengatakan...

hi,uda ini ega&nico.kami msh serg skali sdih klo mengingat opung.kadg klo kami lg mnyanyi PSA dGreja kmi sedih krn tidak mliht opung dKursi pnontn.Trus klo liat fto opung yang msh hidp sama yg udah meninggal kyknya msh blom percy.u/ mngenang opung km taro tas yg byasany dpke opung dTempt byasany opung naro tasny dRumah km,jg km mengingat lelucon opung

sampe manullang mengatakan...

Kadang kita berkata kepada opung supaya opung siap kalau dipanggil Tuhan, ternyata setelah dia benar-benar siap dan menyerahkan diri ke dalam tangan Tuhan justru kita yang belum siap. Jadi sekarang bersyukurlah kepada Tuhan Yesus karena kita telah diberikan seorang opung atau inang yang luar biasa, bagi kita dia adalah seorang pahlawan yg telah memberikan banyak pengorbanan buat kita. Tetapi jangan terus tenggelam dalam kesedihan karena kita punya DIA yaitu Tuhan yang setia, tidak pernah meninggalkan dan membiarkan kita seorang diri. Opung hanya mengenal dan menjaga kita dalam keterbatasan tetapi DIA menjaga kita tanpa ada batasan. Segala kemuliaan dan hormat bagi Tuhan kita. GBU